LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN STROKE HEMORAGIK
Oleh
:
ADISTY
PUTRI WIRA UTAMI
16.901.1335
PROGRAM
STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA
MEDIKA PPNI BALI
2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN STROKE HEMORAGIK
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
DEFINISI
Stroke hemoragik adalah stroke yang
terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan
hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah
otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya
yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
2.
Etiologi
Penyebab stroke
hemoragik biasanya diakibatkan dari:
Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah
serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak atau seluruh ruang sekitar
otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak . Hemoragi serebral
dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a. Hemoragi
subakhranoid
b. Hemoragi intraserebral
Faktor
resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik :
a. Usia
b. Jenis
kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous
sama resiko dengan pria
c. Hipertensi
d. DM
e. Keadaan
hiperviskositas berbagai kelainan jantung
f. Koagulopati
karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia
dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)
3.
Patofisiologi
a.
Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar
otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai
di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
b.
Perdarahan Sub Arachnoid
Pecahnya
pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar
di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia
meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang
subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan
glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
4.
Gejala
klinis
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya
sebagai berikut. (1)
a)
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan
pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan
sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinisnya
sebagai berikut.
1)
Onset perdarahan bersifat mendadak,
terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
2)
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma
disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
3)
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala
pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
4)
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi
intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
b)
Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid
adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang
timbul secara primer.
Gejala klinisnya adalah
sebagai berikut.
1)
Onset penyakit berupa nyeri kepala
mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1
menit.
2)
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat,
mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
3)
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan
kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala
rangsang meningen, Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan
gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid, Gangguan fungsi otonom berupa
bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu
badan meningkat, atau gangguan pernafasan
5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a.
Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan
secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada
jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk
menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan
frekuensi) serta tekanan darah.
b.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan
TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c.
Pengobatan
1.
Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan
kecederungan perdarahan pada fase akut.
2.
Obat anti trombotik: Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
3.
Diuretika : untuk menurunkan edema
serebral
4.
Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
-
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis
beberapa factor pembekuan daraj yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar.
Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan
factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu
oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin. Trombin
kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan
fibrinogen menjadi fibrin.
2)
Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme
kerja:
§ aktivasi tromboplastin
§ pembentukan thrombin dari protombin
§ pembentukan fibrin dari fibrinogen
· Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam
air dan Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
1) Menadiol Sodium
Fosfat
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya
pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa
10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
3)
Vitamin K1
· Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit
hati)
· Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa
10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.
4)
Protamin
· Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg
menetralkan 80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang,
diperlukan protamin lebih sedikit karena heparin diekskresi dengan cepat;
maksimal 50 mg.
· Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika
digunakan berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi
saat pemberian heparin hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu diberikan
karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan perdarahan dalam beberapa
jam.
· Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
· Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea,
reaksi hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.
· Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai
antagonis heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks
bersama heparin yang bersifat asam kuat menjadi bentuk garam stabil. Kompleks
heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoagulan.
· Bentuk sediaan: Injeksi intravena
5)
Asam traneksamat
· Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat
pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan
pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan
angiodema hereditas.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen
sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim
yang mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk
faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh karena itu, dapat mengatasi perdarahan
berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
· Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena
perlahan: 0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per
kg setiap hari.
· Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala,
kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis
kutan, plak eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah,
konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin, epiktasis, hemoragik
adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim
SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi subkutan,
neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik
pulmonary, asma arthritis, rhinitis, bronkospasme, reaksi alergi kemudian
reaksi anafilaktik.
· Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis
tidak diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus
akan meningkat dengan adanya O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik
diantagonis oleh senyawa trombolitik.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan
plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat
terbatas pada tingkat tertentu.
· Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
6)
Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
· Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler
preferensial. Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan
darah pada serebrovaskuler.
· Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal
sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil
neurologis dengan mengurangi insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien
dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya aneurisme. Proses kontraktil
sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium sel selama depolarisasi sebagai
penghambat arus transmembran. Nimodipin menghambat transfer ion kalsiun ke
dalam sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos vaskuler.
· Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai
terapi dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.
7)
Terapi suportif: infuse manitol
· Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema
serebral.
· Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral
pada hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol
bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan
air dari jaringan, termasuk otak dan cairan serebrospinal, ke dalam cairan
interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan intrakranial
serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.
· Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema
serebral;1.5-2 gr/kg dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit
pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320 mOsm/kg.
5.
Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk
memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini
seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b.
Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan
pada intrakranial.
c.
CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
d.
MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi
dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e.
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
A. KONSEP DASAR ASSUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
2.
Pengkajian Primer
a. Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c.
Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
- Pengkajian Sekunder
a. Aktivitasdan istirahat.
Data Subyektif:
1) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
2) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
1)
Perubahan tingkat kesadaran.
2)
Perubahan tonus otot ( flaksid atau
spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
3)
Gangguan penglihatan.
b.
Sirkulasi
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1)
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung
, endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
1) Hipertensi arterial
2) Disritmia, perubahan EKG
3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c.
Integritas ego
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
2) Kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1) Inkontinensia, anuria
2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara
usus(ileus paralitik)
e.
Makan/ minum
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1)
Nafsu makan hilang.
2)
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
3)
Kehilangan sensasi lidah , pipi ,
tenggorokan, disfagia.
4)
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
2) Obesitas (faktor resiko).
f.
Sensori Neural
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1)
Pusing / syncope (sebelum CVA /
sementara selama TIA).
2)
Nyeri kepala : pada perdarahan intra
serebral atau perdarahan sub arachnoid.
3)
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang
terkena terlihat seperti lumpuh/mati.
4)
Penglihatan berkurang.
5)
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi
kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
6)
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif:
1) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah
laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
(kontralateral).
3) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global
/ kombinasi dari keduanya.
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.
6) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral.
g.
Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1)
Sakit kepala yang bervariasi
intensitasnya.
Data obyektif:
1) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h.
Respirasi
Data Subyektif:
Data Subyektif:
1)
Perokok (factor resiko).
i.
Keamanan
Data obyektif:
Data obyektif:
1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
5)
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
j.
Interaksi social
Data obyektif:
Data obyektif:
1)
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Gangguan perfusi jaringan serebral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak ( Brunner dan Suddarth, 2009)
b.
kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
c.
kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
e.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
f.
Resiko gangguan intregitas kulit yang
berhubungan dengan tirah baring lama
g.
Risiko ketidak seimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan
menelan.
h.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan
mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral
oklusi
otak, vasospasme, dan edema otak. ( Brunner dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara
maksimal
Kriteria hasil:
-
Tingkat kesadaran komposmentis
-
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
Intrakranial
-
Tanda vital stabil dalam batas normal
(BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
-
Tidak ada tanda deficit neurologis dan
perburukan
Intervensi :
1)
Tentukan faktor penyebab penurunan
perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan
intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologi atau kegagalan
memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau pasien
dipindahkan ke ruang ICU.
2) Tinggikan posisi kepala tempat
tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan
meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral. Untuk
mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
3) Monitor status
neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis,
pupil) secara berkala dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan
penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui
luas serta lokasi dan kerusakan SSP. (Carpenito,2005)
4)
Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya
penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan
tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama jantung.
Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak.
Ketidakteraturan pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
5)
Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat
meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh
meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
6)
Catat perubahan dalam penglihatan,
seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang
spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan
keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi
yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting dilakukan, karena
stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena
sama dengan sisi yang mengalami paralysis.
7)
Kolaborasi
a)
Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi
oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan
vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen
terpenuhi
b)
Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga
dapat menstimulasi
kerja otak.
c)
Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti
hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE
mengurangipembentukan angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium
dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
d)
Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi
yang dapat menimbulkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini
memberikan efek langsung pada mukosa usus dan menstimulasi peristaltik, hal ini
akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor penyebab, resiko
perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
e)
Obat anti piretik
Rasional : Contohnya
adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non
steroid, golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat
pirogenendogen atau sitokin seperti interleukin 1 yang memacu
pengeluaranprostaglandin di daerah preoptik hipotalamus. Paracetamol ini akan
dapatmenekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan
pada teori keperawatan dimana kesembuhan pasien itu
berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara keperawatan dan tim
kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan
yang lain.
b.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria
hasil:
-
mempertahankan
posisi yang optimal,
-
meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
-
mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1)
Kaji
kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi
kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
2)
Ubah
posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan
resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3)
Mulailah
melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan
atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
4)
Anjurkan
pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit.
Rasional: dapat
berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
5)
Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional: program
khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga
kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat
berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil;
-
Klien
dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat
-
Tidak Terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan
keluarga
Intervensi;
1)
Kaji
tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan
dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan
serebral
2)
Minta
klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian
terhadap adanya kerusakan sensorik
3)
Tunjukkan
objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional:
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4)
Ajarkan
klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa
isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
5)
Konsultasikan
dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk
mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
d.
Defisit Perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria
hasil :
-
klien bersih
-
klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
Intervensi;
1)
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika
klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan
diri
2)
Bantu
klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien
terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
3)
Rapikan
klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi
kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4)
Libatkan
keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan
keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
5)
Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional:
memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
e.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
Tujuan;
klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
Kriteria
hasil:
-
Mampu berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
1)
Kaji
tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional:
untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2)
Berikan
informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program
teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien
3)
Beri
kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam
perawatan anaknya
4)
Beri
feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau
klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman
klien atau keluarga
5)
Sarankan
pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan
berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar
gangguan proses berfikir.
f.
Resiko gangguan intregitas kulit yang
berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan : Dalam
waktu 3 x 24 klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
-
klien mau berpartisipasi terhadap
pencegahan luka
-
mengetahui penyebab dan cara pencegahan
luka
-
tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka.
Intervensi
:
1) Observasi
terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi daerah sekitar terhadap kehangatan
dan pelunak jaringan tiap mengubah posisi
Rasional :
Memghindari kerusakan kapiler
2) Anjurkan
untuk melakukan ROM dan mobilisasi jika mumgkin.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke semua daerah
3) Ubah
posisi tiap 2 jam
Rasional :
Menghindari tekanan danmeningkatkan aliran darah
4) Jaga
kebersihan kulit dan seminimal mumgkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional : Mempertahankan
keutuhan kulit
5) Lakukan
massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
Rasional :
Menghindari kerusakan kapiler
g.
Risiko ketidak seimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah
dan menelan.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria
hasil:
-
Nutrisi dapat masuk sesuai kebutuhan
-
terdapat kumampuan menelan,
-
BB meningkat 1 kg.
-
Hb dan albimin dalam batas normal.
Intervensi
1) Observasi
tekstur dan turgor kulit.
Rasional
: Mengetahui status nutrisi klien.
2) Lakukan
oral hygiene
Rasional:
Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3) Tentukan
kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk
Rasional:
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
4) Stimulasi
bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengar menekan ringan di
atas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
Rasional:
Membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan kontrol muskular
5) Letakkan
makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Rasional
: Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan intake nurtrisi.
6) Anjurkan
klien menggunakan sedotan meminum cairan
Rasional : Menguatkan otot fasial dan otot menelan
dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.
h.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan
mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran
Tujuan :
Setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah
aspirasi, dengan kriteria hasil :
-
bunyi nafas terdengar bersih
-
ronkhi tidak terdengar
-
trakeal tube bebas sumbatan
-
menunjukan batuk efektif
-
tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
-
frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1)
Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh
akumulasi secret.
2)
Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan
nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk
mencegah hipoksia.
3)
Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret
dari jalan nafas.
4)
Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran
secret.
5)
Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu
pernafasan dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
DAFTAR PUSTAKA
Adib,M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari
Hipertensi, Jantung dan Stroke. Edisi ke-2.Yogyakarta : Dianloka Printika.
Artini, Ria.2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan
Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda, Nic-Noc, 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosis Medis, Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar