LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
A. Konsep Dasar
Penyakit
1.
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi
dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal
sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan
bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau
organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive)
(Udjianti, 2010).
2. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memom pada darah untuk memenuhi kebutuhan metabolis mejaringan
dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Mansjoerdan Triyanti, 2007).
3. Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan
abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
B.
Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1.
Faktor eksterna
(dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2.
Faktor interna
(dari dalam jantung):
a. Disfungsi
katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis
mitral, dan insufisiensi mitral.
b.Disritmia:
atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan
miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
C.
Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal
jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan
curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO =
HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi
jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari
sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme
kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor,
yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole).
Jika terjadi
gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung
dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output
pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan
diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium,
sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau
edema sistemik.
Penurunan cardiac
output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral
yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi
sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron
juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal
jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan.
Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
D. Klasifikasi
1.
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan
pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan,
dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi berdasarkan derajat sakitnya dibagi
dalam 4 kelas, yaitu:
a) Kelas 1 :
Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas
sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
b) Kelas 2 :
Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas.
Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
c) Kelas 3 :
Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat
tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan
capek, berdebar, sesak nafas.
d) Kelas 4 :
Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa
terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada
keadaan istirahat.
2.
Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu
:
a) Gagal
jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri,
karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke
jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah
lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia,
keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di bagian
basal.
b) Gagal
jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah
kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema ekstremitas bawah yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran
hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga
peritonium), anoreksia dan mual, dan lemah.
E. Manifestasi klinik
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri
karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a) Dispnea
Terjadi
akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
b)
Ortopnea
Yakni
kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
c)
Paroximal
Yakni
nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien duduk lama dengan
posisi kaki dan tangan dibawah atau setelah pergi berbaring ke tempat tidur.
d)
Batuk
Yaitu batuk
kering maupun batuk basah sehingga menghasilkan dahak/lendir (sputum) berbusa
dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah banyak.
e)
Mudah lelah
Terjadi
karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
f)
Kegelisahan
dan kecemasan
Terjadi
akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
2.
Disfungsi
ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala
berikut:
1) Kongestif
jaringan perifer dan viseral.
2) Edema
ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
3) Hepatomegali.
dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan
mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen.
5) Nokturia,
yang terjadi karena perfusi renal dan didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring.
6) Kelemahan,
yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia
gravis atau polisitemia vera
2.
Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan
infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan
keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol,
trigliserida, LDL yang merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan
penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi
akibat CHF terhadap fungsi hepar atau ginjal
8.
Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9.
Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi,
pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung,
yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi.
11.
Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan
edema paru.
12.
Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia,
infark, dan disritmiaSumber: Wajan Juni Udjianti (2010)
G.
Penatalaksanaan
Tujuan
dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan
oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan
pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan
kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan
beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
H. Penatalaksanaan
Medis
1.
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2.
Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
a.
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk
tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b.
Digitalisasi:
1)
dosis digitalis
-
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4
- 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
-
Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
-
Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2)
Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg
sehari. untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3)
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25
mg.
4)
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema
pulmonal akut yang berat:
-
Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
-
Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
3.
Terapi Lain:
a. Koreksi
penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung,
iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau
intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
b. Edukasi
tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c. Posisi
setengah duduk.
d. Oksigenasi
(2-3 liter/menit).
e. Diet:
pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung.
Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal
jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas
fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien
stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat
berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada
gagal jantung ringan atau sedang.
g. Hentikan
rokok dan alkohol
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Pengkajian Keperawatan
1.
Pengkajian Primer
§ Airways
a.
Sumbatan
atau penumpukan sekret
b.
Wheezing
atau krekles
§ Breathing
a.
Sesak dengan
aktifitas ringan atau istirahat
b.
RR lebih
dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c.
Ronchi,
krekles
d.
Ekspansi
dada tidak penuh
e.
Penggunaan
otot bantu nafas
§ Circulation
a.
Nadi lemah ,
tidak teratur
b.
Takikardi
c.
TD meningkat
/ menurun
d.
Edema
e.
Gelisah
f.
Akral dingin
g.
Kulit pucat,
sianosis
h.
Output urine
menurun
2. Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
a. Keluhan
1) Dada terasa
berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi
atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe),
tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
4) Tidak nafsu
makan, mual, dan muntah.
5) Letargi
(kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak
dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine
menurun
9) Serangan
timbul mendadak/ sering kambuh.
3.
Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark
miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
4.
Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein,
cairan, alkohol.
5.
Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan
fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
6.
Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
7.
Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka
waktu
8.
postur, kegelisahan, kecemasan
9.
Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma,
atau COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
b.
Pemeriksaan Fisik
1)
Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan,
kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/
iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung,
denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2)
Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan
(ronkhi, rales, wheezing)
3)
Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O,
hepatojugular refluks
4)
Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau
rasa cemas/ takut yang kronis
5)
Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6)
Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7)
Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral
dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
C.
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.
Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan
struktural (kelainan katup).
2.
Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak
seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
produksi ADH, resistensi natrium dan air.
4.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
5.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan volume paru, hepatomegali, splenomigali.
D.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan
structural (kelainan katup).
a.
Tujuan :
-
Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas
gejala gagal jantung.
-
Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
-
Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja
jantung.
b.
Intervensi
Mandiri :
-
Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama
jantung.
Rasional : agar
mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara universal.
-
Pantau TD
Rasional : pada GJK
peningkatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.
-
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat
menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai oksigen yang berkurang pada
jaringan atau sel.
-
Berikan pispot di samping tempat tidur klien.
Rasional : pispot
digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.
-
Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.
Rasional : menurunkan
statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan
emboli.
-
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker
sesuai indikasi.
Rasional :
meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan hipoksia.
Kolaborasi :t6
-
Berikan obat sesuai indikasi : Vasodilator, contoh
nitrat (nitro-dur, isodril).
Rasional : vasodilator
digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan volume sirkulasi.
2.
Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak
seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
a.
Tujuan
-
Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
kebutuhan keperawatan diri sendiri.
-
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di
ukur, dibuktikan oleh menurunya kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam
aktivitas.
b.
Intervensi
Mandiri :
-
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah
aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, dan diuretic.
Rasional : hipotensi ortostatik dapa terjadi
karena akibat dari obat vasodilator dan diuretic.
-
Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi,disritmia, dispnea, pucat.
Rasional : penurunan
atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
-
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat
menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.
Kolaborasi :
-
Implemenasi program rehabilitasi jantung/aktifitas
Rasional: peningkatan bertahap pada aktifitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Rehabilitasi juga perlu
dilakukan ketika fungsi jantung tidak dapat kembali membaik saat berada dibawah
tekanan.
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan
produksi ADH, resistensi natrium dan air.
a.
Tujuan
-
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan cairan pemasukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda
vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema.
b.
Intervensi
Mandiri :
-
Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.
Rasional : haluaran
urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.
-
Ajarkan klien dengan posisi semifowler.
Rasional : posisi
terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan ADH
sehingga meningkatkan dieresis.
-
Ubah posisi klien dengan sering.,
Rasional : pembentukan
edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan inmobilisasi atau
baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan
memerlukan intervensi pengawasan ketat.
-
Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual.
Rasional : kongesti
visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
-
Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan
sering.
Rasional : penurunan
mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi. Makan sedikit
dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
-
Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen
kuadran kanan atas/nyeri tekan.
Rasional : perluasan
gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran
hati, dan menganggu metabolism obat.
Kolaborasi:
-
Pemberian obat sesuai indikasi.(Diuretic contoh
furrosemid (lasix), bumetanid (bumex)).
Rasional :
meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada
tubulus ginjal.
-
Tiazid dengan agen pelawan kalium,
contoh spironolakton (aldakton).
Rasional :
meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.
-
Konsultasi dengan ahli diet
Rasional : perlu
diberikan diet yang dapat diterima pasien dan memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
4.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
meningkatnya cairan antara kapiler dan alveolus.
a.
Tujuan
-
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat
pada jaringan.
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan.
b.
Intervensi
Mandiri :
-
Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan
adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi
lanjut.
-
Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.
Rasional : memberikan
jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
-
Pertahankan posisi semifowler.
Rasional : Menurunkan
kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.
-
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional :
meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
Kolaborasi :
-
Berikan obat sesuai indikasi.(Diuretic, furosemid
(laxis).
Rasional : menurunkan kongesti alveolar,
mningkatkan pertukaran gas.
-
Bronkodilator, contoh aminofiin.
Rasional :
meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil.
-
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi
hasil GDA dan toleransi pasien,
Rasional :
terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan
hidup.
5.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
volume paru, hepatomegali, splenomigali.
a.
Tujuan
-
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selam di RS, RR Normal , tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot
bantu pernafasan. Dan GDA Normal.
b.
Intervensi
Mandiri :
-
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi
dada.
Rasional : distress
pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari
diafragma yang menekan paru-paru.
-
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot
bantu nafas
Rasional : kesulitan
bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di duga
memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.
-
Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas
krekels, mengi.
Rasional : bunyi napas
menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan,
krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan
-
Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapi
posisi yang senyaman mungkin.
Rasional : duduk
tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan. Pengubahan posisi
dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
Kolaborasi :
-
Pemberian oksigen dan cek GDA
Rasional : pasien
dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat. GDA untuk mengetahui
konsentrasi O2 dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan
Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah
Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif.
Dimuat dalam http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses
pada 6 Februari 2012)
Johnson, M.,et
all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A
dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey,
C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa,
Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti,
Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Komentar
Posting Komentar