LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Untuk
mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami patah, perawat perlu mengenal
anatomi dan fisiologi system muskuluskeletal.Untuk mengetahui lebih jauh,
perawat harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan patah tulang.
Trauma
adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Faktur
adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan istilah patah
tulang.Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut,
tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).Pada beberapa
keadaan trauma muskuloskeletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan.
Dislokasi atau luksasio adalah
kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi disertai fraktur
tulang persendian tersebut (Jerry M. Spivak et al., 1999).
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaiman laporan
pendahuluan jenis fraktur (terbuka dan tertutup)?
2.
Bagaiman konsep asuhan
keperawatan pada jenis fraktur (terbuka dan tertutup)?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui bagaimana
laporan pendahuluan jenis fraktur (terbuka dan tertutup).
2.
Mengetahui bagaimana
konsep asuhan keperawatan pada jenis fraktur (terbuka dan tertutup)
BAB II
PEMBAHASAN
A. LAPORAN PENDAHULUAN
JENIS FRAKTUR (TERBUKA DAN TERTUTUP)
1. PENGERTIAN FRAKTUR
Faktur
adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan istilah patah
tulang.Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut,
tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).Pada beberapa
keadaan trauma muskuloskeletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan.
Dislokasi atau luksasio adalah
kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi disertai fraktur
tulang persendian tersebut (Jerry M. Spivak et al., 1999).
Fraktur
adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
Fraktur
adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.(Price and
Wilson, 2006).
Fraktur
adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk, 2000).
2. ETIOLOGI
Trauma
musculoskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah ;
a. Trauma
langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
b. Trauma
tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
c. Fraktur
terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan
tulang, seperti benturan dan cedera.
d. Fraktur
terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu
kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis.
3. PATOFISIOLOGI
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang
mengalami patah, perawat perlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang.Untuk
mengetahui lebih jauh, perawat harus mengetahui keadaan fisik tulang dan
keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.Tulang kortikal mempunyai
struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).Kebanyakan
fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar, dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma
muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut:
1. Trauma
langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
2. Truma
tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya, jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur
dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menhan
tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan
fraktur brsifat spiral atau oblik; tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur
transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi; kompresi vertikel dapat menyebabkan
fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau
fraktur buckle pada anak-anak; trauma langsung yang disertai dengan resistensi
pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur
karena remuk; trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik
sebagian tulang.
4.
KLASIFIKASI
FRAKTUR
Chairudin Rasjad (1998)
mengklasifikasi fraktur dalam beberapa keadaan berikut:
1) Fraktur
trumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
patah.
2) Fraktur
fatologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali
menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur
semacam ini adlah tumor, baik tumor primer maupun tumor metastasis.
3) Fraktur
stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
Klasifikasi
jenis sangat umum digunakan dalam konsep fraktur pada beberapa sumber.
Jenis-jenis fraktur ersebut adalah simple fracture (fraktur tertutup), compound
fracture( fraktur terbuka), transverse frature (fraktur transversal/ sepanjang
garis tengah tulang), spiral fracture (fraktur yang memuntir seputar batang
tulang lain), greenstick fracture (salah
satu tulang patah, sedangkan sisi lainnya membengkok), comminuted fracture
(tulang pecah menjadi beberapa fragmen).
Dalam
beberapa keadaan ganguan sistem muskuloskeletal, perawat dihadapkan pada
beberapa masalah klinis klien akibat trauma pada tulang.Manifestasi kelainan
akibat trauma pada tulang bervariasi.Pengamatan secara klinis memberikan
gambaran kelainan pada tulang.Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis
dapat diklasifikaikan sebagai berikut.
1) Fraktur
tertutup (simple frcture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur
terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
Klasifikasi
Fraktur Terbuka Menurut Gustilo, Merkow, Dan Templeman
Grade
|
Keadaan
Klinis
|
I
II
III A
III B
III C
|
Luka kecil
yang panjangnya kurang dari 1 cm, biasanya luka tusukan dari dalam kulit yang
menembus keluar. Ada sedikit kerusakan jaringan dan tidak ada tanda – tanda
trauma tulang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat simplek, transversal, oblik pendek, atau kominutif.
Laserasai
kulit melebihi 1 cm, tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang parah atau
avulsi kulit. Ada kerusakan yang sedang pada jaringan dengan sedikit
kontaminasi fraktur.
Ada kerusakan
yang parah pada jaringan lunak termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovascular dengan kontaminasi yang berat. Tipe ini biasanya disebabkan
oleh trauma dengan kecepatan tinggi.
Fraktur
disertai trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan
(stripping) periosteum, tulang terbuka, kontaminasi yang berat, dan fraktur
kominutif yang hebat.
Fraktur
terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
|
3) Fraktur
dengan komlikasi (complikated fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalya mal-union, de-layed union,
non-union, dan infeksi tulang
Perawat dalam menghadapi situasi klinis klien secara
langsung perlu memahami keadaan anatomi dan fisiologi sistem
muskuloskeletal.Situasi tersebut dapat memberikan gambaran kepada perawat untuk
melakukan perencanaan dan implementasi keperawatan yang sesuai dengan klinis
atau keluhan klien.Secara teknik, konsep penting yang perlu diperhatikan adalah
apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya
fraktur.Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya cedera,
terkontaminasi kemudian kembali hampir pada posisinya semula. Pada keadaan
semacam ini, operasi untuk irigasi, debridemen pada fraktur terbuka harus
dilakukan sebelum waktu 6 jam untuk mengurangi kemungkinan infeksi.
Gambaran foto polos sinar-X sangat membantu perawat
dalam melakukan perencanaan dan implementasi lebih jauh. Derajat kelainan dari
patah tulang dapat diketahui oleh tim kesehatan dengan beberapa klasifikasi.
Charles A. Rockwood mengklasifikasi fraktur secara radiologis.
1) Lokalisasi/
letak fraktur : diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur dengan
dislokasi
2) Konfigurasi/
sudut patah dari fraktur:
§ Fraktur
transversal. Fraktur tranvesal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula. Segmen-segmen
itu stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
§ Fraktur
oblik. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
§ Fraktur
spiral .fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur-fraktur
ini khas pada cedera main ski ketika ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan
ski terputar sampai tulang patah. Hal yang menarik adalah jenis fraktur rendah
energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak. Fraktur semacam
ini cendrung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
§ Fraktur
kominutif. Comminuted fracture adalah serpihan-serpihan atau terputusnya
keutuhan jaringan tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang.
§ Fraktur
segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit
ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit
untuk sembuh. Keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
§ Fraktur
impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompeksi terjadin ketika dua tulang
menumbuk tulang tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra
dengan dua vertebra lainnya. Fraktur pada korpus vertebraini didiagnosis dengan
radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukkan pengurangan
tinggi vertical dan sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra.
Pada orang muda, fraktur kompresi dapat disertai perdarahan retroperitoneal
yang cukup berat. Seperti pada fraktur pelvis, klien dapat secara cepat menjadi
syok hipovelemik dan meninggal jika tidak dilakukan pemeriksaan denyut nadi,
tekanan darah, dan pernafasan secara akurat dan berulang dalan 24 sampai 48 jam
pertama setelah cedera.
3) Menurut
ekstensi :
§ Fraktur
total
§ Fraktur
tidak total (fracture crack)
§ Fraktur
buckle atau torus
§ Fraktur
garis rambut
§ Fraktur
greenstick. Fraktur greenstick adalah
fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak – anak. Korteks tulangnya
sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur ini akan segera sembuh
dan segera mengalami pengubahan bentuk dan fungsi agar menjadi normal kembali.
4) Fraktur
avulsi. fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendon ataupun ligament.
5) Fraktur
sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk
faktur yang melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara
bermakna.
5.
MANIFESTASI
KLINIS
1) Tidak
dapat menggunakan anggota gerak
2) Nyeri
pembengkakan
3) Terdapat
trauma ( kecelakan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi
pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olah raga)
4) Gangguan
fungsi anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan
gerak
6.
TANDA DAN
GEJALA
1) Deformitas
2) Fungtiolaesia
3) Nyeri tekan
4) Nyeri bila
digerakkan
5) Bengkak akibat trauma
jar lunak dan perdarahan
6) Spasme otot
7) Kadang ada
krepitasi
7. FAKTOR PENYEMBUHAN
FRAKTUR
Seorang wanita perlu mengetahui factor – factor yang
mendukung penyembuhan fraktur dengan implikasi memberikan asuhan keperawatan
yang lebih baik pada klin. Menurut Chairudin Rasjad (1999) factor – factor yang
menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut:
1) Usia
penderita. Waktu penyembuhan tulang anak – anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan proses osteogenesis pada periostum dan
endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia
bertambah, proses tersebut semakin berkurang
2) Lokalisasi
dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.
Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Di samping
itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur
tranversal, lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik
karena kontak yang lebih banyak.
3) Pergeseran
awal fraktur. Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya
dua kali lebih cepat dibandingkan fraktur yang bergeser.
4) Vaskularisasi
pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik,
penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki
vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, maka pembentukan union
akan terlambat atau mungkin terjadi non union.
5) Reduksi
serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan vaskularisasi
yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan perusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur.
6) Waktu
imobilisasi, bila imobilisasi, bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu
penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkina terjadinya non union sangat
besar.
7) Ruang
diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi
jaringan, baim berupa pertosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan
menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
8) Factor
adanya infeksi keganasan local
9) Cairan
synovial. Cairan synovial yang terdapat pada persendia merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
10) Gerakan
aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang
dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan menggangu
vaskularisasi.
Penyembuhan fraktur berkisar pada tiga minggu hingga
empat bulan.Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak setengah waktu
penyembuhan orang dewasa.Factor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur
adalah nutrisi yang baik, hormone – hormone pertumbuhan, tiroid, kalsitonin,
vitamin D dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan
perbaikan).
8.
KOMPLIKASI
FRAKTUR
Setiap perawat perlu mengetahui
komlikasi yang bias terjadi pada setiap klien yang mengalami masalah fraktur.
Dengan mengetahui kemungkinan masalah yang dapat dialami klien, perawat dapat
mengantisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi atau mengurangi dampak
resiko dengan mengoptimalkan pengetahuan yang mereka miliki.Klien yang
mengalami fraktur perlu mengetahui bahwa perawat mempunyai pengetahuan dalam
menilai komplikasiyang mungkin terjadi pada pada klien fraktur.Dengan demikian,
klien tidak melakukan pengobatan secara tradisional kepada dukun patah tulang
karena memiliki risiko penyembuhan tulang yang kurang baik.
Komplikasi fraktur meliputi :
1) Komplikasi
awal
§ Kerusakan
arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nyeri,
CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma
melebar, dan dinding pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
§ Sindrom
kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena otot, tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.
§ Fat
Embolism Syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel – sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadae oksigen dalam darah
menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia,
hipertensi, takipnea, dan demam.
§ Infeksi.
Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Hal ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan OREF) dan plak
§ Peran
perawat sanagat diperlukan dalam melakukan perawatan luka dengan baik untuk
menghindari terjadinya infeksi pada klien fraktur terbuka dan pascaoprasi
pemasangan pin.
§ Nekrosis
avaskular. Nekrosis avaskular terjadi
karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan
nekrosis tulang, biasanya, diawali dengan adanya iskemia volkman.
§ Syok.
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun. Hal ini biasanya terjadi pada
fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada
fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada klien.
2) Komplikasi
lama
§ Delayed
union. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai
darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah
selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan
untuk anggota gerak bawah). Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada
non-union
§ Non-union.
Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama -
sama infeksi yang disebut infected pseudoarthrosis.
Beberapa jenis
non-union terjadi menurut keadaan ujung - ujung fragmen tulang sebagai berikut
:
Ø Hipertrofik.
Ujung - ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari keadaan normal
yang disebut gambar elephant's foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan
antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada jenis
ini, vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid
tanpa pemasangan bone graft.
Ø Atrofik
(oligotrofik)
Tidak ada tanda
- tanda aktivitas selular pada ujung fraktur.Ujung tulang lebih kecil dan bulat
serta osteoporotik dan avaskular.Pada jenis ini, disamping dilakukan fiksasi
rigid, juga diperlukan pemasangan bonegraft.
§ Mal-Union.
Mal-Union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pembedahan, atau
union secara menyilang, misalnya pada fraktur tibia - fibula.
Etiologi
mal-union adalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat,
reduksi dan imobikisasi yang tidak baik, pengambilan keputusanserta teknik yang
salah pada awal pengobatan, osifikasi prematur pada lempengan epifisis karena
adanya trauma.
9.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Rontgen,CT Scan,MRI
2) Anteragran/nanogram
3) Lab : DL
4) Kreatinin
10. PENATALAKSANAAN
Setiap
perawat atau ners perlu mengetahui tindakan medis yang biasanya dilakukan oleh
tim medis agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien setelah
ditangani oleh tim medis. Tim medis yang menangani keadaan klinis klien yang
mengalami fraktur memerlukan penilaian penatalaksanaan yang sesuai, yaitu
dengan mempertimbangkan faktor usia, jenis faktur, komplikasi yang terjadi, dan
keadaan sosial ekonomi klien secara individual. Ada beberapa penatalaksanaan,
yaitu penatalaksanaan fraktur tertutup, terbuka, dislokasi, dan amputasi.
Implikasi keperawatan utama dalam penanganan kasus fraktur tertutup adalah
menganalisis masalah yang akan muncul pada klien setelah dilakukan
penatalaksanaan medis. Seorang perawat yang melakukan suhan muskuloskeletal perlu
mengenal metode pengobatan yang biasa dilakukan pada fraktur tertutup.Pada
umumnya, metode pengobatan yang dilakukan sebagai berikut.
1. Penatalaksanaan
konservatif. Penatalaksanaan konservatif merupakan penatalaksanaan
nonpembedahan agar imobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
§ Proteksi
(tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak
atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan
pada fraktur-fraktur tidak bergeser , fraktur iga yang stabil, falang dan
metakarpal, atau klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur ulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang sudah
mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologis.
§ Imobilisasi
dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan plaster of
Paris (gibs) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal. Metode
ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
§ Reduksi
tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan
gibs untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
Indikasi
tindakan ini:
Ø Sebagai
bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama
Ø Imobilisasi
sebagai pengobatan definitif pada fraktur
Ø Pada
fraktur yang bergeser diperlukan manipulasi dan diharapkan dapat dilakukan
reduksi tertutup serta dipertahankan
Ø Fraktur
yang tidak stabil atau bersifat kominutif begerak
Ø Imobilisasi
untuk mencegahfraktur patologis
Ø Sebagai
alat bantu tambahan pada fiksasi internal yang kurang kuat
Ø Reduksi
tertutup dengan traksi berlanjut yang diikuti dengan imobilisasi
Ø Reduksi
tertutup dengan traksi berlanjut yang diikuti dengan imobilisasi
Reduksi tertutup
pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu traksi kulit dn traksi tulang.
Traksi
adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan, dan
mengimobilisasikan fraktur; untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah
ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang.Traksi harus diberikan dengan
arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek
terapeutik.Faktor-faktor yang mengganggu keefktifan tarikan traksi harus
dihilangkan.
Efek
traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sianr-X dan mungkin diperlukan
penyesuian. Bila otot dan jaingan lunak sudah relaks, berat yang digunakan
harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan. Kadang, traksi
harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan
yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama
berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut
dikenal sebagai vektor gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak di
antara kedua garis tarikan tersebut.
§ Reduksi
tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu berapa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
Indikasi
tindakan ini:
Ø Reduksi
tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan serta mencegah
tindakan operatif, misalnya pada fraktur batang femur dan fraktur vertebra
servikalis.
Ø Terdapat
otot yang dapat menimbulkan mal-union, non-union, atau delayed union.
Ø Terdapat
fraktur yang tidak stabil dan oblik; fraktur spiral atau kominutif pada tulang
panjang.
2. Penatalaksanaan
pembedahan sangat penting diketahui oleh perawat sebagai dasar pemberian asuhan
keperawatan. Jika ada keputusan bahwa klien diindikasikan untuk menjalani
pembedahan, perawat mulai berperan dalam memberikan asuhan keperawatan
periopratif. Penatalaksanaan pembedahan pada klien fraktur meliputi hal - hal
sebagai berikut :
§ Reduksi
tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire. Setelah
dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, reduksi
dapat dipertahankan dengan memasukkan K-Wire perkutan, misalnya pada fraktur
jari.
§ Reduksi
terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang. Perawat perlu
mengenal tindakan medis oprasireduksi terbuka, baik fiksasi internal/ORIF (open
reduction internal fixation) maupun fiksasi eksternal/OREF (open reduction
external fixation) karena asuhan keperawatan yang diperlukan berbeda. Implikasi
keperawatan yang perlu dikenal perawat setelah oprasi adalah adanya nyeri dan
risiko infeksi yang merupakan masalah utama.
§ Reduksi
terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF). Fiksasi eksterna digunakan untuk
mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan
dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk). Pin yang
telah terpasang di jaga agar tetap posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi memberikan kenyamanan bagi klien yang mengalami kerusakan
fragmen tulang.
§ Eksis
fragmen tulang dan penggantian dengan prostesis. Pada fraktur leher femur dan
sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskular dari fragmen atau
non-union. Oleh karena itu, dilakukan pemasangan prostesis, yaitu alat dengan
komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Prostesis
juga sering digunakan setelah klien diamputasi.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan secara langsung
dan tidal langsung melalui observasi keadaan umum klien, wawancara dengan klien
dan keluarga pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki dengan tehnik
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perfusi.
Pengkajian pada klien dengan fraktur
menurut Doenges (2000) adalah:
1) Aktivitas atau istirahat
Tanda: keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera,faraktur itu sendiri atau terjadi secara skunder dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
2) Sirkulasi
Tanda: hipertensi(kadang-kadang terlihat sebagai respon
nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) takik kardi(respon
stress,hipovolemia) penurunan atau tak ada nadi pada bagian yang cidera.
3) Nyeri
Gejala: nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin
terlokalisasi pada jaringan atau kerusakan tulang : dapat berkurang pada
imobilisasi ) : taka da nyeri akibat kerusakan saraf Spasme / kram otot
(setelah imobilisasi)
4) Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan,
perubahan warna pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
5) Neurosensori
Gejala: Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, kebas/
kesemuttan
Tanda: Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan
rotasi, krepitasi, ( bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan,/ hilang
fungsi. Angitasi ( mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
6) Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: lingkungan cidera.
Pengkajian pada klien dengan fraktur
menurut Arif Muttaqin (2008) adalah
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah-masalah klien
sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. (Arif Muttaqin, 2008)
1) Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya
merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya.selain iti, dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien,
seperti penggunaan obat steroid yang dapay menggangu metabolisme kalsium,
pengonsumsian alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah
klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola
nutrisi dan metabolisme. Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nurisi
klien dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium dan
protein.
3) Pola
eliminasi. Untuk kasus fraktur humerus, tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
namun perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses pada
pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya.
Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
4) Pola
tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya
terbatas shingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu, pengkajian juga
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan
tidur, dan penggunaan obat tidur.
5) Pola
aktifitas. Karena adanya nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas
klien menjadi berkurang dan klien butuh banyak bantuan dari orang lain. Hal ini
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien karena
ada beberapa bentuk pekerja berisiko untuk terjadinya fraktur dibandingkan
pekerjaan yang lain.
6) Pola
hubungan dan peran. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola
persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul
ketakuatan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
8) Pola
sensori dan kognitif. Pada klien frakur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu, juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9) Pola
reproduksi seksual. Dampak pada klien fraktur, yaitu klien tidak dapat
melalukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami
keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu, juga perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10) Pol
penanggulangan stres. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan
dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien dapa tidak efektif.
11) Pola
tata nilai dan keyakinan. klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan
baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam bribadah. Hal ini dapat
disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
PEMERIKSAAN FISIK
1) Gambaran
Umum
§ Keadaan
umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
Ø Kesadaran
klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada
keadaan klien.
Ø Kesakitan,
keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
Ø Tanda-tanda
vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.
§ Secara
Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal
serta bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.
2) Keadaan
Lokal.
§ Look
(Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
Ø Sikatriks
(jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)
Ø Fistula
Ø Warna
kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
Ø Benjolan,
pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)
Ø Posisi
dan bentuk ekstremitas(deformitas)
Ø Posisi
jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
§ Feel
(palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Ø Perubahan
suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Ø Apabila
ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar
persendian.
Ø Nyeri
tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau
distal)
Ø Tonus
otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan
atau melekat pada tulang.
Ø Move
(pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan
ekstremitas, kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan.
Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan aktif dan pasif.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan
radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah menggunakan sinar
rontgen (Sinar-X) yang memerlukan dua proyeksi yaitu AP dan lateral.
2) Pemeriksaan
Laboratorium
§ Kalsium
dan Fosfor meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
§ Alkali
fosfatase meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
§ Enzim
otot seperti kreatinin kinase , laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amini
transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan
lain-lain.
§ Biopsi
tulang dan otot. Lebih diindikasikan bila terjadi infeksi
§ Elektromiografi.
Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
§ Artroskopi.
Didapatkan jaringan ikat yang rusakatau sobek karena trauma yang berlebihan.
§ Indium
Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan infeksi pada tulang.
§ MRI
: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)
Nyeri berhubungan
dengan spasme otot, Gerakan fragmen tulang dan cedera pada jaringan lunak, Alat
traksi/imobilisasi
2)
Gangguan Mobilitas
Fisik berhubungan dengan Kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri
3)
Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman
terhadap konsep diri sekunder terhadap : perubahan status kesehatan
4)
Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer b.d trauma atau
kompresi pembuluh darah.
5)
Kerusakan Integritas
kulit berhubungan dengan Fraktur terbuka, Pemasangan traksi/gips.
6) Resiko
infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan primer, Prosedur invasive
(traksi tulang).
3. INTERVENSI (RENCANA
TINDAKAN)
No
|
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah dilakukan askep selama ……x….. jam diharapkan nyeri
teratasi dengan KH:
1. menunjukan tanda2 nyeri hilang
atau terkontrol
2. penggunaan keterampilan relaksasi
|
1. Pertahankan imobilisasi bagian
yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas
yang terkena
3. Hindari penggunaan sprei atau
bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips
4. Berikan kompres dingin sesuai keperluan
5. Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas/skala nyeri (1-10)
6. Berikan alternatif tindakan
kenyamanan dengan pemijatan punggung atau perubahan posisi
7. Delegatif dalam pemberian
Analgetik sesuai indikasi
|
1. menghilangkan nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang dan jaringan yang cedera.
2. meningkatkan aliran balik vena,
menurunkan odem dan menurunkan nyeri
3. mengurangi ketidaknyamanan akibat
produksi panas.
4. menurunkan odema,pembentukan
hematoma,menurunkan sensasi nyeri.
5. mengetahui intensitas nyeri
sehingga memudahkan intervensi.
6. meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
7. analgetik membantu menurunkan
nyeri dan atau spasme otot
|
2
|
Setelah
dilakukan askep selama ……x…… jam diharapkan meningkatkan atau mempertahankan
mobilitas fisik pada tingkat yang memungkinkan dengan KH:
1. mampu memenuhi ADL secara bertahap
|
1. Kaji derajat mobilitas yg
dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi klien terhadap
imobilisasi
2. Latih ROM aktif dan ROM pasif pada
area yang sakit ataupun tidak sakit
3. Berikan papan kaki, bebat
pergelangan,gulungan trokanter atau tangan yang sesuai.
4. Bantu/dorong perawatan diri
5. Awasi ttv saat beraktivitas
6. Ubah posisi secara periodic
7. Kolaborasi dengan fisiotherapis
untuk memberikan latihan ROM aktif dan ROM pasif serta latihan pemenuhan ADL
bertahap
|
1. perlu untuk meningkatkan kemajuan
kesehatan.
2. meningkatkan aliran darah sehingga
meningkatkan tonus otot dan mempertahankan gerakan sendi.
3. mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas dan mencegah komplikasi.
4. meningkatkan kekuatan otot dan
sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan
kesehatan diri langsung.
5. mencegah hipotensi postural akibat
tirah baring lama dan kemudian berdiri
6. mencegah insiden komplikasi
kulit/pernafasan akibat tirah baring lama
7. membantu mempercepat proses
penyembuhan dan pemenuhan ADL mandiri.
|
3
|
Setelah
dilakukan askep selama….x…jam diharapkan menyatakan
kesadaran perasaan dan menerima kondisinya dengan cara sehat
dengan
KH:
1. Mengatakan
ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
2. Menunjukan
keterampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif
|
1. Dorong pengungkapan kecemasan atau
masalah
2. Akui kenyataan /normallitas
perasaan termasuk marah
3. Beri penjelasan tentang perubahan
status kesehatan yang dialami.
4. Dorong penggunaan manajemen stress
spt : nafas dalam,bimbingan imajinasi, visualisasi
5. Anjurkan pasien untuk berdoa
|
1. mendefinisikan masalah
dan pengaruh pilihan intervensi
2. memberikan dukungan emosi yang
dapat membantu klien melalui penilaian awal juga selama pemulihan.
3. memberikan informasi yang jujur
tentang apa yang dialami klien sehingga proses penerimaan situasi lebih
efektif
4. membantu memfokuskan perhatian,
meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.
5. Berdoa memberikan ketenangan.
|
4
|
Setelah
dilakukan askep selama….x….diharapkan perubahan perfusi jaringan perifer
tidak terjadi dengan KH :
1. Menunjukkan keadekuatan perfusi
dan status sirkulasi.
|
1. Awasi vital sign,palpasi nadi
perifer
2. Lakukan pengkajian neurovaskuler
periodik contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit, dan suhu
3. Kolaborasi dalam pengawasan
pemeriksaan laboratorium
4. Delegatif dalam pemasangan IVFD
|
1. sebagai indikator umum keadekuatan
perfusi dan status sirkulasi.
2. balutan yang terlalu ketat pada
gips atau bidai misal dapat mengganggu
sirkulasi
darah.
3. Sebagai indicator keadekuatan
perfusi
jaringan.
4. mempertahankan volume sirkulasi
dan memaksimalkan perfusi jaringan.
|
5.
|
Setelah
dilakukan askep selama….x….diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas
kulit dengan KH :
1. Integritas kulit yang baik bias
dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka atau lesi pada
kulit
3. Perfusi jaringan baik
|
1. Kaji
terjadinya kerusakan kulit
2. Ajarkan
pasien mengenai tanda dan gejala kerusakan kulit
3. Menghindari
trauma
4. Pertahankan
tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi.
|
1. Abrasi
kulit, titik nyeri gips, keluarnya pus, sensasi iritasi.
2. Tekanan
akibat gips dan peralatan dapat mengakibatkan kerusakan kulit.
3. Mempertahankan
stabilisasi dan posisi fraktur
4. Berikan
sokongan sendi diatas dan di bawah fraktur bila bergerak atau membalik.
Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur
ortopedik
|
6.
|
Setelah
dilakukan askep selama….x….diharapkan tidak terjadi infeksi dengan KH :
1. Tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti pus
2. Luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor
3. Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
TD : 120/80 mmHg
RR : 12-20 kali/mnt
N : 60-80 kali/mnt
S : 36 – 37,5OC
|
1. Pantau
tanda-tanda vital
2. Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik
3. Lakukan
perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka,
dll.
4. Jika
ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit
5. Kolaborasi
untuk pemberian antibiotik.
|
1. mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat
2. mengendalikan
penyebaran mikroorganisme pathogen
3. untuk
mengurangi risiko infeksi nosocomial
4. penurunan
Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
5. antibiotik
mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
|
4.EVALUASI
Diagnose Keperawatan I :
Nyeri teratasi dengan menunjukan tanda- tanda nyeri hilang
atau terkontrol dan penggunaan keterampilan relaksasi.
Diagnose keperawatan II :
Klien mampu meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada
tingkat yang memungkinkan dan mampu memenuhi ADL secara bertahap.
Diagnose keperawatan III :
Ansietas menurun bahkan dapat ditangani.
Diagnose keperawatan IV :
Perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
Diagnose keperawatan V :
Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi), Tidak ada luka atau lesi pada
kulit, Perfusi jaringan baik
Diagnose keperawatan VI :
Tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti pus, Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
TD : 120/80 mmHg
RR : 12-20 kali/mnt
N : 60-80 kali/mnt
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Faktur
adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan istilah patah
tulang.Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut,
tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).Pada beberapa
keadaan trauma muskuloskeletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan.
Dislokasi atau luksasio adalah
kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi disertai fraktur
tulang persendian tersebut (Jerry M. Spivak et al., 1999).
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang
mengalami patah, perawat perlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang.Untuk
mengetahui lebih jauh, perawat harus mengetahui keadaan fisik tulang dan
keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.Tulang kortikal mempunyai
struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).Kebanyakan
fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar, dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Perawat dalam menghadapi situasi klinis klien secara
langsung perlu memahami keadaan anatomi dan fisiologi sistem
muskuloskeletal.Situasi tersebut dapat memberikan gambaran kepada perawat untuk
melakukan perencanaan dan implementasi keperawatan yang sesuai dengan klinis
atau keluhan klien.Secara teknik, konsep penting yang perlu diperhatikan adalah
apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya
fraktur.Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya cedera,
terkontaminasi kemudian kembali hampir pada posisinya semula. Pada keadaan
semacam ini, operasi untuk irigasi, debridemen pada fraktur terbuka harus
dilakukan sebelum waktu 6 jam untuk mengurangi kemungkinan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J.
( 2000 ) Diagnosa Keperawatan ,Edisi 6.
Jakarta : Egc
Doenges,
dkk, (2005).Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta
Huda Nurarif Amin. (2013) Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnose Menid Dan NANDA (NIC-NOC), Edisi Revisi Jilid
1.Mediaction
Muttaqin Arif., Ns, S.Kep. ( 2008 ) Askep Klien Ggn Sistem Muskuloskeletal.Jakarta
: Egc
Price A.S.
(1998) Patofisiologi, Edisi 2. Jakarta
: Egc
Smeltzer S. C.
(2002 )Keperawatan Medikal – Bedah
Brunner&Suddarth.Jakarta:Egc
Sjamsuhidajat R.( 1997 ) Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : Egc
Wilkinson M. J. ( 2007 ) Buku Saku
Diagnosis Keperawatan .Jakarta : Egc
Komentar
Posting Komentar