LAPORAN
PENDAHULUAN DENGAN SECTIO CAESARE
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
DEFINISI
a.
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009)
b.
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin
dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
c.
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
Jadi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim.
2. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut:
1.
CPD (
Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo
Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang
panggul menjadi abnormal.
2.
PEB
(Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3.
KPD (Ketuban
Pecah Dini)
Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4.
Bayi Kembar
Tidak
selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5.
Faktor Hambatan
Jalan Lahir
Adanya
gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
6.
Kelainan
Letak Janin :
a.
Kelainan pada
letak kepala
1)
Letak kepala
tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2)
Presentasi
muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3)
Presentasi
dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b.
Letak
Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
3.
PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien
perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum
lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif
akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah
makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan
peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
4. KLASIFIKASI
OPERASI SECTIO CAESARE
a)
Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio
caesarea transperitonealis
2) SC
klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan
:
1. Mengeluarkan
janin dengan cepat
2. Tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan
bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3) SC
ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan
dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan
:
1. Penjahitan
luka lebih mudah
2. Penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang
tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
4. Perdarahan
tidak begitu banyak
5. Kemungkinan
rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan
:
1. Luka
dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine
pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan
pada kandung kemih post operasi tinggi
4) SC
ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdominal
b)
Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan
memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan
melintang ( Transversal )
3. Sayatan
huruf T ( T insicion )
5. MANIFESTAI
KLINIS
1.
Placenta levia sentralis dan lateralis
(posterior)
2.
Panggul sempit
3.
Disporsi sefalopelvik: yaitu
ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan ukuran panggul
4.
Rupture Uteri mengancam
5.
Partus lama
6.
Partus tak maju
7.
Distosia servik
8.
Pre eklamsia dan hipertensi
9.
Malpresentasi janin:
-
Letak lintang
-
Letak bokong
-
Presentasi dahi dan muka
-
Presentasi rangkap jika reposisi tidak
berhasil
-
gemeli
6. KOMPLIKASI
a. Infeksi
Puerperalis
Komplikasi ini
bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala -
gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan
vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik
dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan
banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi
lain seperti :
1)
Luka kandung kemih
2)
Embolisme paru – paru
3)
Suatu komplikasi yang baru kemudian
tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
7. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a.
Hemoglobin
atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b.
Leukosit
(WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c.
Tes
golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d.
Urinalisis
/ kultur urine
e.
Pemeriksaan
elektrolit.
8. PROGNOSIS
a. Dengan kemajuan teknik pembedahan,
adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang
jauh lebih aman dari pada dahulu.
b. Angka kematian di rumah sakit dengan
fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang
mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi
indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
c. Anak yang dilahirkan dengan sectio
caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan
antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%.
9. PENATALAKSANAAN
MEDIS POST SC
a. Pemberian cairan
Karena 6
jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian
cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih
dan air teh.
c.
Mobilisasi
Mobilisasi
dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
3) Hari pertama
post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya
selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3
pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung
kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e.
Pemberian obat-obatan
1.
Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2.
Analgetik
dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1)
Supositoria = ketopropen sup 2x/24
jam
2)
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3)
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan
keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
4.
Perawatan
luka
Kondisi
balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
5. Perawatan rutin
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi
klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1)
Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2)
Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3)
Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4)
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinalepidural.
5)
Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6)
Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7)
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8)
Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran
lokhea sedang.
2.
Diagnose keperawatan
a. Gangguan nyaman : nyeri akut
berhubungan dengan trauma pembedahan (Doengoes,2001).
b. Risiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak (Doengoes,2001)
c. Kurang pengetahuan mengenai
perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan informasi, tidak
mengenal sumber-sumber (Doengoes,2001)
d. Perubahan eliminasi urin berhubungan
dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi
(Doengoes,2001)
e. Defisit
perawatan diri berhubungan
dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan
fisik (Doengoes,2001)
f. Menyusui
tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
3. INTERVENSI DAN RASIONAL
a.
Dx 1 : Ketidaknyamanan : nyeri, akut
berhubungan dengan trauma pembedahan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri.
b) Tampak rileks mampu tidur.
c) Skala nyeri 1-3
Intervensi :
a. Tentukan lokasi dan karakteristik
ketidaknyamanan perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis.
Rasional : pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan
ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik khusus dari nyeri
membantu membedakan nyeri paska operasi dari terjadinya komplikasi.
b. Berikan informasi dan petunjuk
antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.
Rasional : meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri
berkenaan dengan ansietas.
c. Evaluasi tekanan darah dan nadi ;
perhatikan perubahan prilaku.
Rasional : pada
banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta tekanan darah dan nadi meningkat. Analgesia dapat
menurunkan tekanan darah.
d. Perhatikan nyeri tekan uterus dan
adanya atau karakteristik nyeri.
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat
dan teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari
berikutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya dikurangi faktor-faktor yang
memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistersi uterus.
d. Ubah posisi pasien, kurangi
rangsangan berbahaya dan berikan gosokan punggung dan gunakan teknik pernafasan
dan relaksasi dan distraksi.
Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi
nyeri. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan,
meningkatkan rasa sejahtera.
f. Lakukan nafas dalam dengan
menggunakan prosedur- prosedur pembebasan dengan tepat 30 menit setelah
pemberian analgesik.
Rasional : nafas dalam meningkatkan upaya
pernapasan. Pembebasan menurunkan regangan dan tegangan area insisi dan
mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot abdomen.
g. Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan
menghindari makanan atau cairan berbentuk gas; misal : kacang-kacangan, kol,
minuman karbonat.
Rasional : menurunkan pembentukan gas dan
meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi
gas.
h. Palpasi kandung kemih, perhatikan
adanya rasa penuh. Memudahkan berkemih periodik setelah pengangkatan kateter
indwelling.
Rasional : kembali fungsi kandung kemih normal
memerlukan 4-7 hari dan overdistensi kandung kemih menciptakan perasaan dan
ketidaknyamanan.
b.
Dx 2 : Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Luka bebas dari drainase purulen
dengan tanda awal penyembuhan.
b. Bebas dari infeksi, tidak demam,
urin jernih kuning pucat.
Intervensi :
a. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci
tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan
linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
b. Tinjau ulang hemogolobin / hematokrit pranantal ; perhatikan
adanya kondisi yang mempredisposisikan pasien pada infeksi pasca operasi.
Rasional :
anemia, diabetes dan persalinan yang
lama sebelum kelahiran sesarea meningkatkan resiko infeksi dan memperlambat
penyembahan.
c. Kaji status nutrisi pasien.
Perhatikan penampilan rambut, kuku jari, kulit dan sebagainya Perhatikan berat
badan sebelum hamil dan penambahan berat badan prenatal.
Rasional : pasien yang berat badan 20% dibawah berat badan normal atau
yang anemia atau yang malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pascapartum dan
dapat memerlukan diet khusus.
d. Dorong masukkan cairan oral dan diet
tinggi protein, vitamin C dan besi.
Rasional :
mencegah dehidrasi ; memaksimalkan
volume, sirkulasi dan aliran urin, protein dan vitamin C diperlukan untuk
pembentukan kolagen, besi diperlukan untuk sintesi hemoglobin.
f. Inspeksi balutan abdominal terhadap
eksudat atau rembesan. Lepasnya balutan sesuai indikasi.
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24
jam pertama kelahiran sesarea membantu melindungi luka dari cedera atau
kontaminasi. Rembesan dapat menandakan hematoma.
g. Inspeksi insisi terhadap proses
penyembuhan, perhatikan kemerahan odem, nyeri, eksudat atau gangguan penyatuan.
Rasional : tanda-tanda ini menandakan infeksi
luka biasanya disebabkan oleh steptococus.
g. Bantu sesuai kebutuhan pada
pengangkatan jahitan kulit, atau klips.
Rasional :
insisi biasanya sudah cukup membaik
untuk dilakukan pengangkatan jahitan pada hari ke 4 / 5.
h. Dorong pasien untuk mandi shower
dengan menggunakan air hangat setiap hari.
Rasional :Mandi shower biasanya diizinkan
setelah hari kedua setelah kelahiran sesarea, meningkatkan hiegenisdan dapat
merangsang sirkulasi atau penyembuhan luka.
i.
Kaji
suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.
Rasional : Demam paska operasi hari ketiga, leucositosis
dan tachicardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,3 C
dalam 24 jam pertama sangat mengindentifikasikan infeksi.
j.
Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus ; perhatikan perubahan
involusi atau adanya nyeri tekan uterus yang ekstrem.
Rasional : Setelah kelahiran sesarea fundus
tetap pada ketinggian umbilikus selama sampai 5 hari, bila involusi mulai
disertai dengan peningkatan aliran lokhea, perlambatan involusi meningkatkan
resiko endometritis. Perkembangan nyeri tekan ekstrem menandakan kemungkinan
jaringan plasenta tertahan atau infeksi.
c.
DX 3 : Kurang pengetahuan mengenai
perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan informasi, tidak
mengenal sumber-sumber.
Tujuan : Pengetahuan klien meningkat.
Kriteria
Hasil : Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien meningkat
dengan indicator:
a.
Pasien dan
keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
b.
Pasien dan
keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c.
Pasien dan
keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.
Intervensi :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
g. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
h. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
i.
Instruksikan
pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
d.
DX 4 : Perubahan eliminasi urin
berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi.
Tujuan : Setelah diberikan askep diharapkan ibu
tidak mengalami gangguan eliminasi (BAK).
Kriteria Hasil : ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam
post partum tidak merasa sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi : a.
Kaji dan catat cairan masuk dan keluar
tiap 24 jam.
b. Anjurkan berkamih 6-8
jam post partum.
c. Berikan teknik merangsang
berkemih seperti rendam duduk, alirkan air keran.
d. Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional :
a.
mengetahui
balance cairan pasien sehingga diintervensi dengan tepat.
b.
melatih otot-otot perkemihan.
c.
agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa
dikeluarkan sehingga tidak ada retensi.
d.
mengurangi distensi kandung kemih.
e.
DX
5 : Defisit perawatan diri berhubungan
dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan
fisik
Tujuan : : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24
jam diharapkan ibu dapat memenuhi ADLnya dengan mandiri, dengan kriteria hasil
:
- Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
- Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi :
a.
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
mandiri.
b.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
c.
Sediakan
bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
d.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
e.
Dorong untuk
melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
f.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
g.
Berikan
aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
h.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
Rasional :
a. Bimbingan dan demonstrasi yang benar dapat memberi
contoh bagi ibu untuk dapat melakukannya dengan baik bila telah pulang dari
rumah sakit
b. Bantuan tindakan dapat membantu ibu dalam memenuhi
perawatan dirinya yang tidak mampu dilakukan secara mandiri
c. Untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah
terjadinya komplikasi
f.
DX 6 :
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang bernar.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu
dapat mencapai kepuasan menyusui dengan criteria evaluasi: ibu mengungkapkan
proses situasi menyusui, bayi mendapat ASI yang cukup.
Intervensi
:
a. Kaji ulang tingkat
pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui sebelumnya.
b. Demonstransikan dan
tinjau ulang teknik menyusui
c. Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui
Rasional
:
a. membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
saat ini agar memberikan intervensi yang
tepat.
b. posisi yang tepat biasanya mencegah
luka/pecah putting yang dapat merusak dan mengganggu.
c. agar kelembapan pada payudara tetap dalam
batas normal.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
M.E. 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Errol
norwiz,2011,anatomi dan fisiologi obstetric dan ginekologi,
Gary,F
C,2006,Williams obstetric edisi 21,Jakarta : EGC
Myles
textbook for midwives,2011,Buku ajar bidan Edisi :14,Jakarta :EGC
Muttaqin,A
dan Kumala sari,2008,Buku pre operatif ,Jakarta :EGC
Nanda
,2013, NicNoc Aplikasi Asuhan Keperawatan, Jakarta : Mediaction
http://firwanintianur93.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-sectio-caesarea.html
http://firwanintianur93.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-sectio-caesarea.html
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
Komentar
Posting Komentar