BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setelah kanker paru-paru dan bronkus, kanker payudara, kanker pancreas, dan
kanker kolon, kanker ovarium primer merupakan penyebab terbesar kelima dari
kematian akibat kanker pada wanita Amerika. Pada wanita yang sebeleumnya
menderita kanker payudara, kanker metastatic lebih umum terjadi daripada kanker
di tempat lain. Prognosisnya bervariasi
menurut tipe histologist dan stadium penyakit, namun umumnya buruk
karena tumor ovarium hanya menunjukkan sedikit tanda dan umumnya saat
didiagnosis sudah berasa di stadium atas. Kanker ovarium muncul dalam tiga tipe
utama. Tumor ovarium menyebar cepat secara intraperitoneal dengan ekstensi
local atau pembenihan permukaan dan kadang-kadang melalui limfatik dan aliran
darah.
Kanker ovarium merupakan suatu kanker yang belum diketahui penyebabnya.
Kanker Ovarium sering ditemukan wanita yang berumur 40 -
74 tahun. Penyebaran suatu kanker ovarium bisa menyebar kebagian yang
lain,seperti daerah panggul dan perut melalui getah bening dan melalui
peredaran darah untuk menuju kehati dan paru-paru.
Kanker ovarium adalah jenis epitel adalah penyebab utama
kematian akibat kanker ginekologi diamerika serikat. Pada tahun 2003
diperkirakan terdapat 25.400 kasus kanker dengan 14.300 kematian yang mencakup
kira- kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker.
Meskipun mayoritas kanker ovarium adalah jenis
epitelial,kanker ovarium dapat juga berasal dari sel yang terdapat diovarium.
Tumor ovarium yang berasal dari sel germinal yang kelasifisikan sebagai
disgerminoma dan teratoma sedangkan tumor ovarium yang berasal dari sel folikel
di kelasifisaikan sebagai sex cord stromal terutama tumor sel granulosa dan
tumor yang berasal dari stroma ovarium adalah sarkoma. Akan tetapi angka
kejadian tumor ovarium non epitelial kecil sekali sehingga dianggap angka
kejadian seluruh kanker ovarium.
Kanker ovarium jarang ditemukan pada umur dibawah 40 tahun . Angaka
kejadian meningkat dengan makin tuanya usia 15 – 16 per 100.000 pada usia 40
-44 tahun menjadi paling tinggi dengan angka kematain 57 per 100.000 pada usia
70 – 74 tahun.Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48 % penderita
berusia diatas 65 tahun.
Pada tahun 2005, Masyarakat kanker Amerika memperkirakan bahwa 22.220 kasus
baru kanker ovarian akan bisa di diagnosa, dan itu kan membunuh 16.200 wanita.
Hanya 77% kasus yang mempunyai tingkat nilai survival 1 tahun, 44% kasus yang
mempunyai tingkat nilai suvival 5 tahun. Dan hanya 19% kasus saja kasus yang di
diagnosa sebelum metastasis terjadi. Hal tersebut disebabkan Oleh karena ketiadaan
adanya deteksi dini peyakit dan kemajuan penyakit yang cepat. Sehingga
menyebabkan angka kematian yang sebabkan oleh kanker Ovari meningkat. Karena
belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium 70% kasus ditemukan
kasus pada keadaan yang sudah usia lanjut yakni tumor yang menyebar jauh dari
ovarium.
Kebanyakan dari kasus keganasan pada ovarium terdeteksi saat sudah memasuki
stadium lanjut sehingga saat diketahui sudah parah. Biasanya orang yang
menderita kanker ovarium tampak kurus dan perut asites. Karena proses
perjalanan penyakit yang ditmbulkan dari kanker tersebut, sehingga penderita
mengalami anorexia atau tidak nafsu makan karena mual dan muntah. Sedangkan
asites itu sendiri ditimbulkan akibat dari cairan tumor dan tumor itu sendiri.
kanker ovarium bisa juga mengakibatkan efusi pleura karena perjalanan tumor
itu.
Penatalaksanaan pada klien dengan kanker ovarium adalah
pembedahan, pembedahan bisa pembedahan total dengan mengangkat keseluruhan dari
rahim, salping, dan ovarium tapi juga bisa saja hanya pada ovarium atau pada
saluran tuba falopii tergantung keparahan dari kanker itu sendiri. Tanda khas
dari kanker ovarium yang paling banyak adalah Meigg Syndrome, yang merupakan
tiga gejala khas pada orang dengan kanker ovarium.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang
dimaksud dengan kanker ovarium?
2.
Bagaimanakah asuhan
keperawatan pada kanker ovarium?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan umum
Mahasiswa
mampu mengerti dan memahami keseluruhan isi materi tentang konsep dasar
penyakit maupun konsep dasar asuhan keperawatan pada kanker ovarium.
2.
Tujuan khusus
a.
Menjelaskan definisi dan etiologi kista atau tumor ovarium.
b.
Menjelaskan manifestasi klinis, klasifikasi, komplikasi dan diagnosa kista ovarium.
c.
Mengkaji bagaimana asuhan keperawatan dari kanker ovarium
D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa dapat memahami pengertian
secara umum mengenai kanker ovarium, memahami bagaimana patofisiologisnya
hingga cara penyusunan asuhan keperawatan yang berkaitan dengan cara
pendokumentasiannya.
E. METODE PENULISAN
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menggunakan metoda deskriptif
dan metode kepustakaan. Adapun teknik pengumpulan data dan informasi dalam penyusunan
makalah ini adalah studi kepustakaan
dengan menggunakan literatur untuk memperoleh materi-materi yang bersifat
teoritis, dan studi kasus dengan mengambil data langsung pada klien yang
mengalami kanker ovarium guna menyempurnakan makalah ini.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling
sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa
menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan
melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru. (Wingo, 1995).
Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun ovarium yaitu sel
epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam ovarium juga dapat
berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker payudara dan kanker
kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
Kanker ovarium adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak
normal, cepat dan tidak terkendali. (Apotik Online dan Media Informasi
Obat-Penyakit. Hal.2 di akses tgl 20-7-2009).
Kanker indung telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker
yang berasal dari sel-sel ovarium atau indung telur. (Sofyan, 2006)
Kanker ovarium disebut sebagai “the silent lady killer” karena sulit
diketahui gejalanya sejak awal. Sebagian besar kasus kanker ovarium
terdiagnosis dalam stadium yang sudah lanjut. Kebanyakan kanker ovarium ini
berawal dari kista. (Colombo N,Parma G,
et al. Role of conservative surgeri in ovarian cancer 2005)
Kanker
ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan penyebab
kematian kelima akibat kanker pada perempuan. (Price, 2005;1297)
Kanker
ovarium memiliki 4 stadium yaitu :
(Smeltzer, 2001;1570)
a.
Stadium
I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium
b.
Stadium
II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan perluasan pelvis
c.
Stadium
III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan metastasis diluar
pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif
d.
Stadium
IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium dengan metastasis jauh
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker indung telur
atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari sel-sel
ovarium atau indung telur. dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan
tidak terkendali.
2.
Epidemiologi
Kanker ovarium adalah kanker
yang membuat frustasi bagi pasien dan pemberi pelayanan kesehatan karena awitannya
yang tersembunyi dan tidak adanya gejala peringatan adalah penyeab mengapa
penyakit ini telah mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kejadian merupakan
penyebab kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit ini
mempunyai angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali,
sekitar 75% dari kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk
mendiagnosa dan adalah unik sehingga kemungkinan kondisi ini merupakan awal
dari banyak kanker primer dan mungkin menjadi tempat metastase dari kanker
lainnya. Kondisi ini membawa angka kematian 14.500 setiap tahunnya dan
merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada wanita (
Wingo et. al. , 1995 ). Sebagian kasus mengenai wanita usia 50 – 59 tahun.
Insidens tertingginya adala di negara – negara industri, kecuali Jepang yang
insidennya paling rendah.
Wanita dengan kanker ovarium
mempunyai resiko mengidap kanker payudara tiga sampai empat kali lipat dan
wanita dengan kanker payudara mempunyai resiko yang meningkat terhadap kanker
ovarium. Tidak ada faktor penyebab definitif yang telah ditetapkan, tetapi
kontraseptif oral tampak memberikan efek protektif. Hereditas dapat berperan
dalam menimbulkan penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan
pelvis bimanual bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara dengan
kanker ovarium. Meskipun dengan pemeriksaan yangn cermat, tumor ovarium
biasanya terdapat jauh di dalam dan sulit untuk dideteksi. Belum ada skrinng
dini yang tersedia saat ini, meskipun penanda tumor sedang dalam penelitian.
Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-125 sangat membantu pada mereka
yang beresiko tinggi untuk mengalami kondisi ini. Akhir – akhir ini, antigen
yang berkaitan dengan tumor membantu dalam perawatn tindak lanjut setelah
didiagnosis dan pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.
Faktor – faktor resiko termasuk
diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan bedak talk perineal, riwayat
kanker payudara, kanker kolon, kanker endometrium, dan riwayat keluarga dengan
kanker payudara atau ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi adalah
faktor – faktor resiko. Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana
kanker didiagnosis. Lebih
dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita pascamenopause. Usia 62
tahun adalah usia di mana kanker ovarium epitelial paling sering ditemui.
Kanker ovarium epitelial jarang ditemukan pada usia kurang dari 45 tahun. Pada
wanita premenopause hanya 7% tumor ovarium epitelial yang ganas.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1989-1992
ditemukan 1.726 kasus kanker ginekologi, di antaranya 13,6% adalah kanker
ovarium. Umumnya (72%) adalah kanker ovarium epitelial yang datang dalam
stadium lanjut, sedangkan stadium I-II (42,5%). Mortalitas karena kanker
ovarium adalah 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi.
3.
Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui
secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker
ovarium yaitu :
a.
Hipotesis incessant ovulation
Teori
menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel
yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
b.
Hipotesis
Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan
binatang pada data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan
tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan
ini ditemukan bahwa jika kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer,
kadar hormon gonadotropin akan mengikat. Peningkatan kadar hormon goonadotropin
ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah bsarnya tumor ovarium pada
binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik
dimetil benzzatrene (DMBA) akan terjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan
pada tikus yang telah dioovorektomi, Tetapi tidak menjadi tumor jiak tikus tersebut
telah dihipofisektomi. Jika ovarium yang telah diardiassi (hormonally
inactivated) ditransplantasikan ke rodentia dengan ovarium yang makin normal,
tumor ovarium tidak terbentuk. Akan tetapi, jika ditransplantasikan pada
rodentia yang telah dioovorektomi, tumor ovarium akan terbentuk. Berkurangnya
resiko ca ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi
dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada dua kelompok ini.
c.
Hipotesis androgen
Androgen
mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan
pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam
percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium
normal dan sel-sel kanker ovarium.
d.
Hipotesisi
Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium
oleh androgen, progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap
terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor
progesteron. Percobaan pada kera macaque, progesteron menginduksi terjadinya
apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen menghambatnya. Pemberian pil
yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan
terjadinya resiko kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan
progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron
tinggi, menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko
terjadinya kanker ovarium. Demikian juga yang hanya mengandung progesteron yang
menekan ovulasi juga menurunkan resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian
depo medroksiprogesteron asetat ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya
kanker ovarium.
Penyebab
pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktorial. Risiko berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan
lingkungan, endokrin dan faktor genetik (Price, 2005;1297).
a.
Faktor lingkungan
Kebiasaan
makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam lingkungan, dan penggunaan bedak
talek pada daerah vagina, semua itu dianggap mungkin menyebabkan kanker.
b.
Faktor endokrin
Faktor
risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang nulipara, menarche dini, menopause yang lambat,
kehamilan pertama yang lambat, dan tidak pernah menyusui. Penggunaan
kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan mungkin dapat mencegah. Terapi
pengganti estrogen (ERT) pascamenopause
untuk 10 tahun atau lebih berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker
ovarium
c.
Faktor genetic
Kanker
ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi penetrasi telah
ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. Bila
terdapat dua atau lebih hubungan tingkat pertama yang menderita kanker ovarium,
seorang perempuan memiliki 50% kesempatan untuk menderita kanker ovarium.
Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker ovarium
yaitu:
a.
Diet tinggi lemak
b.
Merokok
c.
Alkohol
d.
Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
e.
Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
f.
Nulipara
g.
Infertilitas
h.
Menstruasi dini
i.
Wanita diatas usia 50 – 75 tahun
j.
Wanita yang memiliki anak > 35 tahun
k.
Ras kaucasia > Afrika-Amerika
l.
Kontrasepsi oral
m.
Berawal dari hyperplasia endometrium yang berkembang
menjadi karsinoma.
n.
Menarche dini
4.
Patofisiologi
Fungsi
ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan
pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan
hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang
menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam
ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel
telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk
kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa
kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel
dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kanker
ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan
abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri pada rongga abdomen dan
pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan peritoneal sehingga
implantasi dan pertumbuhan keganasan selanjutnya dapat timbul pada semua
permukaan intraperitoneal. Limfatik yang disalurkan ke ovarium juga merupakan
jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjar pada pelvis dan kavum
abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker ovarium dengan
jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala yang spesifik. Gejala
tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada
pelvis, sering berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti
rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi. Pada
beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat
hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen, beberapa tumor
menghasilkan testosterone dan menyebabkan virilasi. Gejala-gejala keadaan akut
pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam tumor ,
ruptur atau torsi ovarium. Namun tumor ovarium paling sering terdeteksi selama
pemeriksaan pelvis rutin.
5.
Pathway
Terlampir
6.
Klasifikasi
Lebih dari
30 neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Tumor ovarium dikelompokkan dalam 3
kategori (Price, 2005;1297) besar yaitu :
a.
Tumor-tumor epitel
Tumor-tumor epitel
menyebabkan 60% dari semua neoplasma ovarium dan diklasifikasikan sebagai neoplasma
jinak, perbatasan ganas
b.
Tumor stroma gonad
c.
Tumor-tumor sel germinal
Terdapat
tiga ketegori utama tumor sel germinal yaitu :
tumor jinak (kista dermoid), tumor ganas (bagian dari kista dermoid), tumor sel
germinal primitive ganas (sel embrionik dan ekstraembrionik)
Dua pertiga persen kanker
ovarium adalah tumor sel germinal primitive ganas. Penting
untuk mendiagnosis jenis tumor dengan tepat.
Klasifikasi stadium kanker ovarium primer menurut FIGO
(Federation International of Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
a.
Stadium I : pertumbuhan
terbatas pada ovarium
1)
Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium,
tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan
luar, kapsul utuh.
2)
Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium,
tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul
intak.
3)
Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada
tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas
berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
b.
Stadium II : Pertumbuhan
pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1)
Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau
tuba
2)
Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3)
Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor
dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang
mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
c.
Stadium III : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan
implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor
terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar
atau omentum.
1)
Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan
kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara
mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum
abdominal.
2)
Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium
dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter
melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.
3)
Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2
cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
d.
Stadium IV :
pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi
pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke
permukaan liver.
7.
Tanda dan Gejala Klinis
Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada
pasien dengan kanker ovarium adalah sebagai berikut :
a.
Haid tidak teratur
b.
Darah menstruasi yang banyak
(menoragia) dengan nyeri tekan pada payudara
c.
Menopause dini
d.
Dispepsia
e.
Tekanan pada pelvis
f.
Sering berkemih dan disuria
g.
Perubahan fungsi
gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat
kenyang dan konstipasi.
h.
Pada beberapa perempuan dapat
terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder
akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen. (Smeltzer,
2001;1570)
8.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik
hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada rongga
pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan
tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor
jinak cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan.
Sedangkan tumor ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler,
terfiksasi dan sering bilateral. Massa yang besar memenuhi rongga abdomen dan
pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya
asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.
9.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kanker ovarium yaitu :
a.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pelvic
b.
Radiologi : USG Transvaginal, CT scan, MRI
c.
Tes darah khusus : CA-125 (Penanda kanker ovarium
epitelial), LDH, HCG, dan AFP (penanda tumor sel germinal)
d.
Laparoskopi
e.
Laparotomi
f.
Pemeriksaan untuk mengetahui perluasan kanker ovarium
g.
Pielografi intravena (ginjal, ureter, dan vesika
urinaria), sistoskopi dan sigmoidoskopi.
h.
Foto rontgen dada dan tulang
i.
Scan KGB (Kelenjar Getah Bening)
j.
Scan traktus urinarius
10. Diagnosis / Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
adanya riwayat, pemeriksaan fisik ginekologi, serta pemeriksaan penunjang
a.
Riwayat
Kanker ovarium
pada stadium dini tidak memberikan keluhan. Keluhan yang timbul berhubungan
dengan peningkatan massa tumor, penyebaran tumor pada permukaan serosa dari
kolon dan asites. Rasa tidak nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa
kenyang sering berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering
timbul adalah mudah lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek
akibat efusi pleura dan asites yang masif.
Dalam melakukan
anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu diperhatikan umur penderita dan faktor
risiko terjadinya kanker ovarium. Pada bayi yang baru lahir dapat ditemukan
adanya kista fungsional yang kecil (kurang dari 1-2 cm) akibat pengaruh dari
hormon ibu. Kista ini mestinya menghilang setelah bayi berumur beberapa bulan.
Apabila menetap akan terjadi peningkatan insiden tumor sel germinal ovarium
dengan jenis yang tersering adalah kista dermoid dan disgerminoma. Dengan
meningkatnya usia kemungkinan keganasan akan meningkat pula. Secara umum akan
terjadi peningkatan risiko keganasan mencapai 13% pada premenopause dan 45%
setelah menopause. Keganasan yang terjadi bisa bersifat primer dan bisa berupa
metastasis dari uterus, payudara, dan traktus gastrointestinal.
b.
Pemeriksaan fisik ginekologi
Dengan melakukan
pemeriksaan bimanual akan membantu dalam memperkirakan ukuran, lokasi,
konsistensi dan mobilitas dari massa tumor. Pada pemeriksaan rektovaginal untuk
mengevaluasi permukaan bagian posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium,
kavum Dauglas dan rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian,
mengingat tidak jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma
payudara.
Hasil yang sering
didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada rongga pelvis. Tidak ada
petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor adneksa
adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung
kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor
ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering
bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih
mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan
petunjuk adanya keganasan.
c.
Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi
merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam menegakkan diagnosis suatu tumor
adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan akan memberikan gambaran dengan septa
internal, padat, berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites . Walaupun ada
pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic resonance
imaging), dan positron tomografi akan memberikan gambaran yang lebih
mengesankan, namun pada penelitian tidak menunjukan tingkat sensitifitas dan
spesifisitas yang lebih baik dari ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini
merupakan petanda tumor yang paling sering digunakan dalam penapisan kanker
ovarium jenis epitel, walaupun sering disertai keterbatasan. Perhatian telah
pula diarahkan pada adanya petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain alpha-fetoprotein
(AFP), lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL),
plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin(hCG).
11. Kemungkinan komplikasi
a.
Torsi
b.
Rupture kista
c.
Perdarahan
d.
Keganasan
12.
Penatalaksanaan
Adapun tindakan yang
dilakukan pada penanganan kanker ovarium antara lain:
(Smeltzer, 2001;1570)
a.
Intervensi bedah untuk kanker
ovarium adalah histerektomi abdominal total dengan pengangkatan tuba falopii
dan ovarium serta omentum (salpingo-oofarektomi bilateral dan omentektomi)
adalah prosedur standar unruk penyakit tahap dini
b.
Terapi radiasi dan implantasi
fosfor 32 (32P) interperitoneal, isotop radioaktif, dapat dilakukan
setelah pembedahan
c.
Kemoterapi dengan preparat
tunggal atau multiple tetapi biasanya termasuk sisplantin, sikofosfamid, atau
karboplatin juga digunakan
d.
Paklitaksel (Taxol) merupakan
preparat yang berasal dari pohon cemara pasifik, bekerja dengan menyebabkan
mikrotubulus di dalam sel-sel untuk berkumpul dan mencegah pemecahan struktur
yang mirip benang ini. Secara umum, sel-sel tidak dapat berfungsi ketika mereka
terlilit dengan mikrotubulus dan mereka tidak dapat membelah diri. Karena
medikasi ini sering menyebabkan leucopenia, pasien juga harus minum G-CSF
(factor granulosit koloni stimulating)
e.
Pengambilan cairan asites
dengan parasintesis tidak dianjurkan pada penderita dengan asites yang disertai
massa pelvis, karena dapat menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian
yang diduga asites ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran
cairan asites hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan
pada diafragma.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu pemantauan status kesehatan dan pola pertahanan
pasien, mengidentifikasi kekuatan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan (Mocthar, 2006)
a. Dasar data
pengkajian
1)
Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur
pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri,
ansietas, berkeringat malam, keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinoma lingkungan, tingkat stres
tinggi.
2)
Sirkulasi
Gejala:
Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja, perubahan TD
3)
Integritas ego
Gejala: Faktor
stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (misal
merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan
religius/spiritual). Masalah tentang perubahan dalam penampilan misal alopesia,
lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus
asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah
4)
Eliminasi
Gejala:
Perubahan pada pola defekasi misal darah pada feces, nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius misal nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih
sering berkemih.
Tanda :
Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5)
Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (misal rendah serat, tinggi lemak,
aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual/muntah, intoleransi makanan.
Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor
kulit, edema.
6)
Neurosensori
Gejala : Pusing
7)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misal
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit)
8)
Keamanan
Gejala :
Pemajanan pada
kimia toksik, karsinoma, pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi.
9)
Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, hidup dengan seseorang yang
merokok), pemajanan asbes.
10) Seksualitas
Gejala: Masalah
seksual misal dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan nuligravida
lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida, pasangan seks multipel, aktivasi
seksual dini, herpes genital.
11) Interaksi
social
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat
perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan atau bantuan), masalah
tentang fungsi
atau tanggung jawab
peran.
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik meliputi keadaan umun pasien, kesadaran, tekanan darah, respirasi, berat
badan
1)
Mata :
Meliputi pemeriksaan kelopak mata, gerakan mata, konjungtiva, sclera, pupil,
akomodasi.
2)
Hidung :
meliputi pemeriksaan reaksi alergi, sinus, dan lain-lain
3)
Mulut
dan tenggorokan : kaji adanya mual, kesulitan menelan
4)
Dada dan
aksila : kaji adanya pembesaran mammae
5)
Pernafasan
: kaji jalan nafas, suara nafas, kaji adanya penggunaan otot bantu pernafasan
6)
Sirkulasi
jantung : kaji kecepatan denyut apical, irama, kelainan bunyi jantung, sakit
dada
7)
Abdomen : kaji adanya asites
8)
Genitourinaria : kaji adanya
massa pada rongga pelvis
9)
Ekstremitas : kaji turgor
kulit
c.
Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan
darah : Hb dan leukosit menurun, trombosit meningkat, ureum dan kreatinin
meningkat.
2) Pemeriksaan
urine : Ureum dan kreatinin meningkat.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Nyeri
kronis berhubungan dengan nekrosis jaringan pada ovarium akibat penyakit kanker
ovarium
b.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan fungsi gastrointestinal
c.
Gangguan
eliminasi urine
berhubungan dengan penekanan pada vesika urinaria
d.
Gangguang eliminasi BAB :
konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic
e.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi mengenai penyakit (kanker
ovarium)
f.
Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
g.
Risiko perdarahan berhubungan
dengan hyperplasia endometrium
h.
Risiko infeksi berhubungan
dengan penyakit kronis (metastase sel kanker ke bagian tubuh yang lain)
3.
Rencana
Tindakan Keperawatan
No.
Dx
|
Tujuan
& Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama (…x24) jam
diharapkan nyeri pasien berkurang atau terkontrol dengan Kriteria Hasil :
a.
Pasien
mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
b.
Pasien
melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh atau efek
samping minimal
c.
TTV
pasien dalam batas normal, meliputi :
·
Nadi
normal (60 - 100 x / menit)
·
Pernapasan
normal (12 - 20 x / menit)
·
Tekanan
darah normal (110 - 130 mmHg / 70 - 90 mmHg)
·
Suhu :
(360-37,50C)
d.
Ekspresi
wajah pasien tidak meringis
e.
Pasien
tampak tenang (tidak gelisah)
f.
Pasien
dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai indikasi
untuk mengontrol nyeri
|
a.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif catat
keluhan, lokasi nyeri,
frekuensi, durasi, dan intensitas
(skala 0-10) dan tindakan penghilangan
nyeri yang dilakukan]
|
a.
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan atau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan
keefektifan intervensi.
|
b.
Pantau tanda - tanda
vital
|
b.
Peningkatan nyeri akan mempengaruhi perubahan pada tanda - tanda vital
|
||
c.
Dorong
penggunaan keterampilan manajemen nyeri seperti teknik relaksasi dan teknik distraksi,
misalnya dengan mendengarkan musik, membaca buku, dan sentuhan terapeutik.
|
c. Memungkinkan
pasien untuk berpartisipasi secara aktif untuk mengontrol rasa nyeri yang
dialami, serta dapat meningkatkan koping
pasien
|
||
d.
Berikan
posisi yang nyaman sesuai kebutuhan pasien
|
d.
Memberikan
rasa nyaman pada pasien, meningkatkan relaksasi, dan membantu pasien untuk
memfokuskan kembali perhatiannya.
|
||
e. Dorong pengungkapan perasaan
pasien
|
e. Dapat mengurangi ansietas
dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi pasien
akan intensitas rasa sakit.
|
||
f.
Evaluasi upaya penghilangan
nyeri atau kontrol pada pasien
|
f.
Tujuan
yang ingin dicapai melalui upaya kontrol adalah kontrol nyeri yang maksimum
dengan pengaruh atau efek samping yang minimum pada pasien.
|
||
g.
Tingkatkan
tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
|
g.
Menurunkan
gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
|
||
h.
Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi
|
h. Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker, meskipun
respon individual terhadap nyeri berbeda-beda. Pemberian
analgetik dapat mengurangi nyeri yang dialami pasien
|
||
i.
Kolaborasi untuk
pengembangan rencana manajemen nyeri dengan pasien, keluarga, dan tim
kesehatan yang terlibat
|
i.
Rencana manajemen nyeri
yang terorganisasi dapat mengembangkan kesempatan pada pasien untuk
mengontrol nyeri yang dialami. Terutama dengan nyeri kronis, pasien dan orang
terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri di rumah.
|
||
j.
Kolaborasi
untuk pelaksanaan prosedur tambahan, misalnya pemblokan pada saraf
|
j.
Mungkin
diperlukan untuk mengontrol nyeri berat (kronis) yang tidak berespon pada
tindakan lain
|
||
2
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama (…x24 ) jam diharapkan klien dapat mendemonstrasikan berat
badan stabil dengan Kriteria Hasil :
a.
Berat badan pasien stabil.
b.
Pasien bebas dari tanda –
tanda malnutrisi.
c.
Pengungkapan pemahaman
pengaruh individual pada masukan adekuat
d. Berpartisipasi
dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
g.
TTV
pasien dalam batas normal, meliputi:
·
Nadi
normal : (60 - 100 x / menit)
·
Pernapasan
normal : ( 12 - 20 x / menit)
·
Tekanan
darah normal : ( 110 - 130 mmHg / 70 - 90 mmHg)
·
Suhu :
(360-37,50C)
|
a. Pantau
intake makanan setiap hari, biarkan kalien menyimpan buku harian tentang
makanan sesuai indikasi
|
a. Mengidentifikasi
kekuatan atau defisiensi nutrisi
|
b. Identifikasi
klien yang mengalami mual atau muntah yang diantisipasi
|
b. Mual
muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai.
|
||
c. Ukur
tinggi badan (TB), berat badan (BB), dan ketebalan lipatan kulit triseps atau
dengan antropometrik lainnya. pastikan jumlah penurunan BB saat ini
|
c. Membantu
dalam identifikasi malnutrisi protein-kalori, khususnya bila BB dan
pengukuran antropometrik kurang dari normal
|
||
d. Dorong
klien untuk makan dengan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan intake
cairan yang adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan sedikit tapi
sering.
|
d. Kebutuhan
metabolic jaringan ditingkatkan
|
||
e. Ciptakan
suasana makan malam yang menyenangkan, dorong pasien untuk berbagi makan
dengan keluarga atau teman.
|
e. Membantu
waktu makan lebih menyenangkan, yang dapat meningkatkan masukan.
|
||
f. Rujuk
pada ahli atau tim pendukung nutrisi
|
f. Memberikan
rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan masalah
berkenaan dengan malnutrisi protein atau kalori dan defensiensi mikronutrien.
|
||
3
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x24) jam diharapkan pola eliminasi urine pasien kembali
normal (adekuat) dengan Kriteria Hasil :
a.
Tidak
terjadi hematuria
b.
Tidak
terjadi inkontinensia urine
c.
Tidak
terjadi disuria
d.
Jumlah
output urine dalam batas normal (± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)
|
a.
Catat
keluaran urine, selidiki penurunan atau penghentian aliran urine tiba-tiba
|
a.
Penurunan
aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya obstruksi atau disfungsi
pada traktus urinarius
|
b.
Kaji
pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan haluaran urine dan
masukan cairan serta catat berat jenis urine
|
b.
Identifikasi
kerusakan fungsi vesika urinaria akibat metastase sel-sel kanker pada bagian
tersebut
|
||
c.
Observasi
dan catat warna urine. Perhatikan
ada atau tidaknya hematuria
|
c.
Penyebaran
kanker pada traktus urinarius (salah satunya di vesika urinaria) dapat
menyebabkan jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis sehingga urine
yang keluar berwarna merah karena bercampur dengan darah
|
||
d.
Observasi
adanya bau yang tidak enak pada urine (bau abnormal)
|
d.
Identifikasi
tanda - tanda infeksi pada jaringan traktus urinarius
|
||
e.
Dorong
peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat
|
e.
Mempertahankan
hidrasi dan aliran urine baik
|
||
f.
Awasi
tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler, dan membran
mukosa
|
f.
Indikator
keseimbangan cairan dan menunjukkan tingkat hidrasi
|
||
g.
Kolaborasi
:
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai indikasi
|
g.
Pemeriksaan
diagnostik dan penunjang misalnya pemeriksaan retrograd dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada traktus urinarius sehingga dapat
menjadi dasar untuk intervensi selanjutnya
|
||
h.
Kolaborasi
:
Pantau nilai BUN dan kreatinin
|
h.
Kadar
BUN dan kreatinin yang abnormal dapat menjadi indikator kegagalan fungsi
ginjal sebagai akibat komplikasi metastase sel-sel kanker pada traktus
urinarius hingga ke organ ginjal.
|
||
4
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama (…x24) jam diharapakan
konstipasi pasien menurun dengan Kriteria Hasil :
a. Pola
eliminasi dalam rentang yang diharapkan
b. Feses
lunak dan berbentuk
c. Mengeluarkan
feses tanpa bantuan
|
a. Kaji dan dokumenasikan frekuensi, warna dan
konsistensi feses, keluarnya flatus, adanya impaksi, ada tidaknya bisisng
usus dan distensi abdomen pada ke empat kuadran abdomen.
|
a. Mengetahui sejauh mana dampak dari konstipasi
itu sendiri terhadap pasien.
|
b. Identifikasi factor yang dapat menyebabkan
konstipasi.
|
b. Dapat mempermudah pengobatan dan penatalaksanaan
yang tepat.
|
||
c. Berikan privasi dan keamanan untuk pasien
selama eliminasi defekasi.
|
c. Dapat meningkatkan rasa nyaman untuk pasien.
|
||
d. Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri
sebelum defekasi untuk memfasilitasi pengeluaran feses tanpa nyeri.
|
d. Mengurangi rasa nyeri pada pasien.
|
||
e. Lakukan penyuluhan untuk pasien dan keluarga.
|
e. Memberikan gambaran kepada pasien dan
keluarga mengenai konstipasi dan apa dan tidak yang boleh dilakukan.
|
||
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningkatkan serat dan cairan dalam diet
|
f. Mengurangi konstipasi berkelanjutan melalui
makanan yang dicerna.
|
||
5
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x24) jam diharapkan pengetahuan pasien bertambah dengan Kriteria
Hasil:
a.
Pasien
mengerti tentang penyakit yang dialaminya
b.
Pasien
dapat berpartisipasi selama proses perawatan dan pengobatan
|
a.
Kaji
pengetahuan pasien tentang penyakit yang dialaminya
|
a.
Mengetahui
seberapa tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
|
b.
Berikan
penkes pada pasien tentang penyakit yang dialaminya (pengertian, tanda dan
gejala, penyebab, penatalaksanaan)
|
b.
Meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakitnya sehingga pasien kooperatif dalam
setiap tindakan yang diberikan
|
||
c.
Berikan
dukungan pada pasien
|
c.
Meningkatkan
semangat pasien sehingga pasien tidak takut dengan penyakitnya
|
||
d.
Libatkan
keluarga dalam setiap tindakan yang akan dilakukan pada pasien
|
d.
Membangkitkan
semangat pasien sehingga keluarga dan pasien bisa saling mensupport
|
||
6
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x24) jam diharapkan kecemasan pasien berkurang dengan Kriteria
Hasil:
a.
Pasien
tampak lebih rileks
b.
Pasien
mampu menunjukkan mekanisme koping yang efektif
|
a.
Kaji
tingkat ansietas
|
a.
Mengetahui
tingkat ansietas pasien untuk menentukan intervensi yang tepat
|
b.
Gali
penyebab ansietas pasien
|
b.
Membantu
pasien mengurangi ansietas
|
||
c.
Libatkan
keluarga dalam setiap tindakan yang akan dilakukan pada pasien
|
c.
Membangkitkan
semangat pasien sehingga keluarga dan pasien bisa saling mensupport
|
||
d.
Gali
intervensi yang menurunkan ansietas (musik, latihan relaksasi)
|
e.
Menurunkan
ansietas pasien
|
||
7
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x24) jam diharapkan pasien tidak mengalami perdarahan dengan
Kriteria Hasil :
a.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal = (TD : 110-130/70-90 mmHg, N : 60-100 x/menit, S :
36o-37,5º C, RR: 12-20 x/menit)
b.
Perdarahan
tidak ada
|
a.
Kaji
tanda-tanda vital
|
a.
Mengetahui
adanya tanda-tanda syok
|
b.
Monitor
tanda-tanda perdarahan
|
b.
Mengetahui
adanya perdarahan sehingga lebih dini dapat dicegah
|
||
c.
Anjurkan
pasien untuk tirah baring
|
c.
Menghindari
adanya perdarahan
|
||
d.
Kolaborasi
pemberian antikoagulan
|
d.
Mencegah
perdarahan
|
||
8
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x24) jam diharapkan pasien tidak mengalami infeksi dengan
Kriteria Hasil:
a.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
·
TD :
110-130/70-90 mmHg
·
N :
60-100 x/menit
·
S : 36o-37,5º
C
·
RR:
12-20 x/menit
b.
Tidak
terdapat tanda-tanda infeksi (kalor, tumor, rubor, fungsiolaesa)
c.
Hasil
lab terutama WBC dalam batas normal (WBC = 4,9-10,9)
|
a.
Kaji
tanda-tanda vital
|
a.
Mengetahui
adanya tanda-tanda syok
|
b.
Monitor
tanda-tanda infeksi
|
b.
Mengetahui
adanya tanda-tanda infeksi sehingga lebih dini dapat dicegah
|
||
c.
Lakukan
prosedur cuci tangan yang benar sebelum ke pasien
|
c.
Menghindari
adanya infeksi
|
||
d.
Pertahankan
tindakan aseptik setiap akan melakukan tindakan perawatan ke pasien
|
d.
Tindakan
aseptik yang dilakukan pada pasien untuk mencegah infeksi
|
||
e.
Kolaborasi
pemberian antibiotik
|
e.
Mencegah
infeksi
|
||
f.
Kolaborasi
pemeriksaan darah lengkap (WBC)
|
f.
Mengetahui
adanya infeksi atau tidak
|
||
g.
Dorong
dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diet
|
g.
Memenuhi
kebutuhan kalori tubuh pasien sehingga membantu meningkatkan daya tahan tubuh
|
4.
Implementasi
Keperawatan
Implementasi
keperawatan dilakukan berdasarkan
rencana tindakan yang dibuat
5.
Evaluasi
Keperawatan
No. Dx
|
Evaluasi
|
1
|
a.
Pasien
mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
b.
Pasien
melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh atau efek
samping minimal
c.
TTV
pasien dalam batas normal
d.
Ekspresi
wajah pasien tidak meringis
e.
Pasien
tampak tenang (tidak gelisah)
f.
Pasien
dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai indikasi
untuk mengontrol nyeri
|
2
|
a.
Berat badan pasien stabil.
b.
Pasien bebas dari tanda –
tanda malnutrisi.
c.
Pengungkapan pemahaman
pengaruh individual pada masukan adekuat
d.
Berpartisipasi dalam
intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
e.
TTV
pasien dalam batas normal
|
3
|
a.
Tidak
terjadi hematuria
b.
Tidak
terjadi inkontinensia urine
c.
Tidak
terjadi disuria
d.
Jumlah
output urine dalam batas normal (± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)
|
4
|
a.
Pola eliminasi dalam
rentang yang diharapkan
b.
Feses lunak dan berbentuk
c.
Mengeluarkan feses tanpa
bantuan
|
5
|
a.
Pasien
mengerti tentang penyakit yang dialaminya
b.
Pasien
dapat berpartisipasi selama proses perawatan dan pengobatan
|
6
|
a.
Pasien
tampak lebih rileks
b.
Pasien
mampu menunjukkan mekanisme koping yang efektif
|
7
|
a.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
b.
Perdarahan
tidak ada
|
8
|
a.
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
b.
Tidak
terdapat tanda-tanda infeksi (kalor, tumor, rubor, fungsiolaesa)
c.
Hasil
lab terutama WBC dalam batas normal (WBC = 4,9-10,9)
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kanker
ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan penyebab
kematian kelima akibat kanker pada perempuan. (Price, 2005;1297). Faktor
penyebab dari kanker ovarium Faktor lingkungan, Faktor
endokrin, Faktor genetic. Kanker
ovarium memiliki 5 stadium yaitu : (Smeltzer, 2001;1570)
1.
Stadium
I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium
2.
Stadium
II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan perluasan pelvis
3.
Stadium
III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan metastasis diluar
pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif
4.
Stadium
IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium dengan metastasis jauh
Kanker
ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari
70 wanita menderita kanker ovarium. Kanker Ovarium adalah tumor ganas pada
ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang
berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium. Faktor
resiko tejadinya kanker ovarium yaitu obat kesuburan, pernah menderita kanker
payudara, riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dan/atau kanker
ovarium, riwayat keluarga yang menderita kanker kolon, paru-paru, prostat dan
rahim.
B.
SARAN
Saran bagi para wanita menyadari tanda –
tanda kemungkinan terjadinya kanker ovarium sangat diperlukan, karena lebih
baik mencegah dari pada mengobati. Tanda-tanda kanker ovarium yaitu meliputi,
perut kembung, nyeri pada panggul atau perut, kesulitan makan atau cepat merasa
kenyang, gangguan kemih dan bertambahnya ukuran perut. Jika wanita mengalami
beberapa gejala penting di atas setiap hari selama dua sampai tiga minggu,
dianjurkan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter. Dan selain itu,
diet kaya buah dan sayuran, berolahraga secara teratur, menjaga berat tubuh
normal dan mengelola stres adalah salah satu solusi dalam membantu mengurangi
risiko kanker ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
Donges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Guyton, Hall.
1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Manuaba, I Gede Bagus. 2004. Kapita Selekta Kedokteran dan KB. Jakarta
: EGC
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 -
2006 Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman
Praktek Keperawatan. Jakarta
: EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP
Price. 2005. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth. Volume 3. Jakarta : EGC
TIM FK UNPADJ.2001. Ginekologi. Bandung : FK
UNPADJ
Wilkinson
M. Judith, dkk. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.
Jakarta : EGC
Komentar
Posting Komentar